Pensiunan hanya bagi Perusahaan Menengah

JAKARTA – Permasalahan regulasi terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang baru terus berlanjut. Terutama, aturan dana pensiun dan Jaminan Hari Tua (JHT) yang terus memancing pro kontra di Indonesia. Salah satu ketentuan yang baru terungkap. Yakni, ketentuan yang hanya mewajibkan perusahaan menengah ke atas untuk mewajibkan dana pensiun.

BERITA JHT
PAKSI SANDANG PRABOWO/JP PHOTO

HATI-HATI: Pekerja melakukan pengeleman pada sisi bagian kaca di salah satu bangunan gedung hotel bertingkat. Di sisi lain, regulasi dana pensiun ternyata hanya untuk perusahaan besar.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Abdul Kholik. Menurutnya, ketentuan tersebut sudah tercantum pada peraturan pemerintah (PP) terkait dana pensiun yang berlaku sejak 1 Juli lalu. Dalam aturan tersebut, iuran dana pensiun bakal diwajibkan untuk perusahaan menengah ke atas. Sedangkan, perusahaan kategori mikro dan kecil diakui bebas dari obligasi tersebut.

’’Kalau perusahaan mikro dan kecil iuran secara suka rela saja. Kategori ini dibagi berdasarkan aset perusahaan dan omzet. Kalau ternyata perusahaan kecil bertumbuh jadi menengah, tetap harus wajib,’’ ujarnya di Jakarta kemarin (5/7).

Sayangnya, Abdul mengaku tak hafal betul kriteria dari golongan perusahaan mikro dan sampai besar. Yang jelas, dia mengaku bahwa iuran saat ini ditetapkan sebesar tiga persen dari gaji pekerja. Tanggungan itu dibagi kepada perusahaan sebanyak dua persen dan pekerja sebanyak satu persen.

Dalam simulasi pemerintah, lanjut dia, besaran iuran tersebut sudah cukup untuk menjamin manfaat pensiun sebesar 40 persen dari rata-rata gaji terakhir. Pasalnya, dalam hal ini BPJS Ketenagakerjaan menggunakan sistem manfaat pasti. Sistem tersebut mirip dengan iuran BPJS kesehatan yang dikumpulkan dan disalurkan kepada orang yang sudah pensiun.

’’Manfaat itu sudah pasti dipenuhi oleh BPJS. Karena dana yang bakal digunakan bukan hanya dari pengiur sekarang. Tapi, pengiur-pengiur lain di masa depan,’’ terangnya.

Ketentuan tersebut ditolak keras oleh pihak buruh. Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Iwan Kusmawan mengatakan, hal tersebut menunjukkan adanya diskriminasi antar kelas pekerja. Dia mengaku, semua pekerja seharusnya mendapatkan fasilitas secara merata. Apalagi, fasilitas ini diatur sendiri oleh pemerintah Indonesia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan