Berebut dengan Lulusan SD

[tie_list type=”minus”]Pendidikan Tak Selaras Dunia kerja[/tie_list]

JAKARTA – Data Kemendikbud mengungkapkan, sebanyak 80 persen lulusan SMA tidak melanjutkan kuliah. Diduga, sebagian besar yang tidak melanjutkan belajar ke perguruan tinggi itu langsung terjun ke dunia kerja. Sayang, dunia kerja di Indonesia belum ramah dengan lulusan SMA sederajat.

Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Kemenaker Reyna Usman mengakui, lulusan SMA belum punya kualifikasi yang dibutuhkan para pencari karyawan.

Karena itu, sering pameran lowongan kerja yang diadakan berujung dengan hasil yang mengecewakan. ”Dari total lowongan yang ditawarkan setiap job fair, paling hanya 30 persen posisi yang terserap,” imbuhnya.

Dia bahkan mengakui, hal tersebut tidak hanya terjadi pada lulusan SMA ke bawah. Tak jarang, lulusan perguruan tinggi pun menemui kendala dalam hal keterampilan bagi penyedia pekerjaan. ”Ke depan desain dunia pendidikan harus diselaraskan dengan dunia pekerjaan,” ungkapnya.

Pergerakan dunia kerja di Indonesia memang cukup dinamis. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk bekerja pada Februari 2015 meningkat 2,7 juta orang jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sayang, angka penganggur juga bertambah 300 ribu orang, yakni menjadi 7,45 juta, pada Februari 2015.

Ekonom senior Bank Dunia Vivi Alatas menilai, lahan pekerjaan bagi lulusan SMA sederajat semakin sempit dengan adanya fenomena tenaga kerja terdidik justru mengambil lahan pekerjaan kelompok tidak terampil. Indikasi itu muncul dari data BPS yang mencatat lulusan pendidikan tinggi baru 5 persen dari total angkatan kerja. ’’Alhasil, mayoritas pasar buruh diisi alumnus pendidikan dasar dan menengah,’’ ungkapnya.

Masalahnya, lanjut Vivi, para warga usia muda kesulitan untuk mengakses informasi soal lapangan pekerjaan. Akhirnya, banyak lulusan SMA yang bersedia melakoni pekerjaan yang seharusnya diperuntukkan lulusan SD dan SMP. ’’Sekitar 20 persen lulusan SMA rela bekerja di sektor tanpa keterampilan, 65 persen semiskilled,” kata Vivi.

Fenomena tersebut imbas dari kegagalan lulusan pendidikan tinggi, khususnya para sarjana, yang juga menganggur dan akhirnya mengambil jatah lulusan SMA.

Vivi menyebutkan, salah satu solusi jangka pendek supaya lulusan SMA tidak lagi masuk pasar kerja tenaga tidak terampil adalah pelatihan setelah lulus sekolah. Itu bisa difasilitasi pemerintah atau pelaku usaha.

Tinggalkan Balasan