Target Delapan Kilang

[tie_list type=”minus”] Masing-Masing Berkapasitas sampai 300 Ribu BPH[/tie_list]

JAKARTA– Proyek ambisius bidang energi tidak berhenti pada pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megaWatt (mW). Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM menargetkan pembangunan delapan kilang minyak dalam 10 tahun ke depan. Butuh setidaknya Rp 960 triliun untuk mewujudkan proyek itu.

Plt Dirjen Migas I.G.N. Wiratmaja Puja kemarin menyatakan, anggaran yang dibutuhkan memang sangat besar. Sebab, untuk merealisasikan satu kilang, diperlukan investasi Rp 100 triliun–Rp 120 triliun. Sama halnya dengan listrik, Wirat menyebut kebutuhan akan kilang baru sudah mendesak.

’’Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) pada 10 tahun ke depan sampai 2,6 juta barel per hari (bph),’’ terangnya di Kementerian ESDM, kemarin.

Sebagaimana diketahui, kapasitas kilang minyak Indonesia saat ini sekitar 1,1 juta bph. Padahal, kebutuhan BBM di dalam negeri mencapai 1,5 juta bph.

Tidak mau terus defisit, Ditjen Migas berusaha mengejar kekurangan tersebut. Rencananya, setiap kilang itu memiliki kapasitas sampai 300 ribu bph. Jadi, kalau semua sukses, Indonesia bakal punya kilang dengan kapasitas 2,4 juta bph.

Dia menambahkan, realisasi pembangunan kilang dibuat mirip dengan proyek listrik. Pertamina mendapat jatah revitalisasi empat kilang dengan kapasitas minimal 1,2 juta bph. Untuk saat ini, BUMN energi itu sudah mengerjakan proyek refining development masterplan progam (RDMP).

Dalam proyek itu, Pertamina menggandeng tiga calon investor terkemuka, yakni Saudi Aramco, Sinopec, dan JX Nippon. Wirat menjelaskan, empat kilang sisanya bisa digarap swasta. ’’Skemanya mirip proyek listrik. Masuk program prioritas nasional dan ada aturan khusus,’’ terangnya.

Untuk lokasi, dia belum berani bicara banyak. Sebab, semua masih disiapkan. Sama halnya dengan payung hukum yang siap mengawal upaya realisasi kemandirian energi itu. Yang pasti, Wirat menegaskan sudah ada kesepakatan untuk segera bergerak.

Kilang-kilang di Indonesia memang butuh perhatian khusus. Sebab, rata-rata berupa warisan Belanda dan memiliki usia yang renta. Itu membuat produksi BBM menjadi tidak efektif. Termasuk, kesulitan mengelola produk pertamax dengan RON 92 secara masif.

Sebelumnya, Vice President Strategic Planning, Business Development, and Operation Risk Direktorat Pengolahan Pertamina Achmad Fathoni Mahmud menyatakan, RDMP punya banyak keuntungan. Kilang Pertamina dapat memanfaatkan minyak mentah lebih murah sekaligus dengan hasil yang lebih banyak.

Tinggalkan Balasan