Esensi RAPBN 2026 Dalam Lanskap Kemandirian Ekonomi

RAPBN 2026
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan terkait RAPB dan Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc/aa.
0 Komentar

Keseimbangan RAPBN 2026 sangat bergantung pada dua hal. Pertama, kemampuan pemerintah menjaga efisiensi belanja agar tidak tersedot terlalu banyak ke bunga utang dan pos konsumtif. Kedua, keberhasilan reformasi perpajakan untuk memastikan penerimaan negara cukup kuat menopang belanja yang semakin besar.

Jika kedua hal ini dapat dikendalikan, RAPBN 2026 tidak hanya berfungsi menjaga stabilitas jangka pendek, tetapi juga tetap memberi ruang investasi produktif bagi masa depan Indonesia.

Pertumbuhan untuk penguatan

RAPBN 2026 dirancang dengan target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, lebih tinggi dari proyeksi Bank Dunia maupun IMF yang menempatkan pertumbuhan Indonesia di kisaran 5 persen.

Baca Juga:BULOG Jabar Siap Serap Gabah Beras Petani LokalPerkuat Artificial Intelligence (AI) di Indonesia, Telkom bersama IBM Kokohkan Kemitraan Strategis

Optimisme pertumbuhan tersebut didasarkan pada dorongan investasi, ekspor, digitalisasi, dan penguatan Sovereign Wealth Fund (Danantara) untuk menopang proyek strategis nasional.

Selain itu, indikator makro lain ditetapkan dengan cukup konservatif: inflasi 2,5 persen, nilai tukar rupiah Rp16.500 per dolar AS, yield obligasi 10 tahun di 6,9 persen, dan harga minyak dunia US$70 per barel. Kerangka ini menunjukkan sikap realistis pemerintah dalam menghadapi volatilitas global, sekaligus menjaga daya beli masyarakat.

Secara deskriptif, RAPBN 2026 menghadirkan dua wajah. Di satu sisi, ia mencerminkan komitmen terhadap pembangunan manusia, melalui program gizi, pendidikan, dan kesehatan. Di sisi lain, terdapat tantangan pengelolaan fiskal, terutama terkait membengkaknya porsi belanja bunga utang dan berkurangnya belanja modal.

Postur RAPBN 2026 secara eksplisit memperlihatkan pergeseran orientasi pembangunan ke arah penguatan sumber daya manusia (SDM). Pemerintah menempatkan gizi dan kesehatan anak sebagai fokus utama, salah satunya melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini tidak hanya dipandang sebagai bantuan sosial semata, tetapi sebagai investasi jangka panjang.

Di tengah prioritas besar pada pembangunan manusia, pemerintah tetap menjaga disiplin fiskal. Defisit APBN 2026 ditetapkan di angka 2,48 persen dari PDB, masih jauh di bawah batas aman 3 persen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara. Sikap ini penting karena menunjukkan komitmen pemerintah untuk tidak mengorbankan stabilitas jangka panjang demi belanja jangka pendek.

Menariknya, pemerintah juga menegaskan tidak akan mengenalkan pajak baru pada 2026. Kebijakan ini memberi sinyal kuat bahwa arah fiskal lebih bersahabat dengan dunia usaha dan masyarakat. Fokus bukan pada menambah beban baru, melainkan memperbaiki sistem yang ada melalui ekstensifikasi basis pajak, peningkatan kepatuhan, serta optimalisasi penerimaan sumber daya alam. Dengan kata lain, ruang fiskal ditopang bukan oleh instrumen baru, tetapi oleh efektivitas reformasi perpajakan.

0 Komentar