JABAR EKSPRES – Pemerintah Indonesia menetapkan produk tekstil dan aparel sebagai salah satu andalan ekspor ke Amerika Serikat, menyusul keputusan final pemberlakuan tarif impor sebesar 19 persen dari Negeri Paman Sam.
Kebijakan ini mendorong pemerintah untuk fokus pada optimalisasi komoditas unggulan yang masih memiliki daya saing tinggi di pasar global.
“Kita akan terus mendorong produk tekstil. Kemudian juga kita akan bicara furniture, sepatu, apparel. Kemudian, juga kita punya produk seperti barang-barang manufaktur,” kata Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartato dikutip dari ANTARA, Rabu (23/7).
Baca Juga:Perda Sumedang Soal Mendirikan Menara BTS Dinilai Perlu Disempurnakan, Jarak Aman dan Ekologis Jadi PerhatianSejarah Panjang Nasi Singkong Cireundeu, dari Penjajahan hingga Ketahanan Pangan
Airlangga menegaskan bahwa tarif 19 persen tersebut bersifat final dan mengikat, sehingga strategi ke depan adalah memaksimalkan potensi produk-produk ekspor yang mampu bersaing secara harga dan kualitas, terutama ke pasar Amerika Serikat.
Selain tekstil dan aparel, pemerintah juga menargetkan produk manufaktur, elektronik, dan perlengkapan rumah tangga sebagai komoditas ekspor unggulan yang akan menguntungkan perdagangan Indonesia dengan skema tarif impor 19 persen.
Adapun terkait potensi penurunan bea masuk dari kebijakan tarif nol persen terhadap produk impor dari AS, ia menilai sejumlah komoditas yang diimpor dalam jumlah besar, seperti gandum memang sudah dikenakan tarif nol persen.
“Berbagai komoditas sudah nol (persen). Sebetulnya impor kita dari Amerika (Serikat), seperti gandum dan yang lain memang sudah nol (persen),” kata Airlangga.
Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan pesaing utama lainnya di sektor tekstil, tarif impor yang dikenakan kepada Indonesia tergolong paling rendah.
“Angka itu sudah final dan ‘binding’ (mengikat). Kalau kita lihat, angka-angka itu adalah yang paling rendah dibandingkan negara-negara anggota ASEAN lainnya,” ujar Airlangga.
Sebagai contoh, produk ekspor Vietnam dan Filipina dikenai tarif hingga 20 persen, Malaysia dan Brunei 25 persen, sementara Kamboja dan Thailand 36 persen. Bahkan, Myanmar dan Laos menghadapi tarif hingga 40 persen.
Baca Juga:Ketua DPRD Kabupaten Bogor Sampaikan Aspirasi Warga Tenjo ke Gubernur Jabar, 14 Kelas Baru Siap Dibangun Promo Pemasangan SR Baru Air Bersih Rp550 Ribu, PDAM Tirta Anom Luncurkan Program Merdeka
Tarif Indonesia lebih kompetitif dibandingkan negara-negara pesaing utama dalam ekspor tekstil dan produk tekstil, seperti Bangladesh (35 persen), Sri Lanka (30 persen), Pakitas (29 persen) dan India (27 persen).
Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang mencapai kesepakatan tarif dengan AS, yang akan resmi diberlakukan melalui pernyataan bersama (joint statement).
