Makna Bersepeda dalam Bingkai Seni, ‘Saya Bersepeda Maka Saya Bike-Bike’ di Orbital Dago

Pengunjung melihat karya pada pameran bertajuk Saya Bersepeda Maka Saya Bike-Bike di Galeri Orbital Dago, Kota Bandung, Sabtu (14/6). Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
Pengunjung melihat karya pada pameran bertajuk Saya Bersepeda Maka Saya Bike-Bike di Galeri Orbital Dago, Kota Bandung, Sabtu (14/6). Foto: Dimas Rachmatsyah / Jabar Ekspres
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Di tengah tren bersepeda yang meredup, pameran ‘Saya Bersepeda Maka Saya Bike-Bike’ di Galeri Orbital Dago, Bandung, mencoba menghidupkan kembali sepeda sebagai simbol kebebasan, ketahanan, dan pembacaan sosial.

Pameran yang berlangsung dari 4 hingga 29 Juni 2025 ini digagas oleh Gowesr dan menampilkan karya dua puluh seniman dari berbagai kota. Kurator sebut pameran sebagai permainan tanda-tanda tentang kebebasan, ketahanan, dan zaman yang ‘tidak baik-baik’.

Kurator pameran, Rifky “Goro” Effendy menyampaikan, pameran ini adalah usaha menghadirkan kembali makna bersepeda dalam konteks kultural dan visual.

Baca Juga:Gandeng HIPMI, Pemkot Cimahi Tuntaskan Janji Politik UMKM dan SDM Siap KerjaGeger! Warga Cimanggung Temukan Mortir, Tertanam Sejak Zaman Perang?

“Pameran ‘Saya Bersepeda Maka Saya..Bike-Bike’ bertujuan memberikan makna lebih kultural kepada dunia bersepeda,” tulisnya diterima Jabar Ekspres.

“Melalui bentuk dan gagasan karya seni maupun berbagai bentuk gubahan artistik menyangkut sepeda maupun elemen-elemennya. Baik secara simbolik maupun menjadi permainan tanda-tanda,” imbuhnya.

Frase ‘Saya Bersepeda Maka Saya’ dalam judul pameran meminjam dari filosofi René Descarte ‘Saya berpikir maka saya ada’ untuk menandai eksistensi manusia modern. Dalam pengantar pameran, kurator menjelaskan sepeda mampu mewakili itu.

“Sepeda, kendaraan hasil penemuan manusia modern seperti mewakili perspektif atau bagaimana manusia modern memandang dunia. Salah satunya nilai kebebasan individu dalam mengendalikan arah tujuan yang mengendarainya atau menentukan kehidupan,” tuturnya.

Tambahan kata “Bike-Bike” yang menjadi pelesetan dari “baik-baik”, menurut Rifky, berangkat dari realitas sosial saat ini.

“Pada akhir-akhir ini sering tersebar frase ‘tidak baik-baik’ dalam bentuk hashtag, caption maupun teks body feed postingan sosmed yang terkait kondisi sosial–ekonomi di Indonesia,” ungkapnya.

Pameran ini pun tidak lepas dari konteks tersebut. Tren bersepeda yang sempat naik tajam pada masa pandemi kini merosot drastis. Mengutip data dari Apsindo, disebutkan bahwa penjualan sepeda turun 60–70 persen antara 2020 hingga 2024.

Baca Juga:Kolaborasi Perguruan Tinggi dengan Industri, Unpad dan ParagonCorp Dorong Pengembangan PendidikanTerapkan Digitalisasi, Ini Skema Penyaluran Bansos Terbaru!

Meski begitu, dalam catatan kuratorial disebutkan, “Pameran ‘Saya Bersepeda Maka Saya..Bike-Bike’ bisa juga mewakili aktivitas bersepeda tetap berjalan di tengah merosot tajam pasar penjualan sepeda,” jelasnya.

Melalui karya-karya instalatif, lukisan, video, hingga patung, para seniman mencoba menangkap semangat zaman dan memberi pernyataan visual tentang relasi manusia dengan gerak, arah, dan makna kehidupan sehari-hari.

0 Komentar