Pendidikan Semi Militer Ala Dedi Mulyadi Keliru!

JABAR EKSPRES – Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait siswa bermasalah dididik TNI masih menjadi sorotan banyak pihak.

Terbaru, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), turut memberikan kritikan terhadap kebijakan orang nomor 1 di Jawa Barat tersebut.

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan bahwa kebijakan tersebut perlu ditinjau ulang.

“Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civic education (pendidikan kewarganegaraan). Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu maksudnya apa,” ucap Atnike kepada wartawan baru-baru ini.

BACA JUGA: Dedi Mulyadi Wajibkan Penerima Bansos KB Vasektomi, MUI: Itu Haram!

Atnike menyampaikan bahwa cara Dedi tersebut sebenarnya tidak menjadi masalah. Apalagi jika hal itu mengajarkan para siswa terkait cara kerja, tugas, dan fungsi TNI.

“Sebagai pendidikan karier untuk anak-anak siswa mengetahui apa tugas TNI, apa tugas polisi, apa tugas Komnas HAM itu boleh saja,” katanya.

Akan tetapi, hal tersebut bisa menjadi masalah ketika para siswa diminta mengikuti pendidikan semi militer.

Terlebih lagi, menurut Atnike pendidikan tersebut dilakukan sebagi bentuk hukuman bagi siswa bermasalah.

“Oh, iya, dong (keliru). Itu proses di luar hukum kalau tidak berdasarkan hukum pidana bagi anak di bawah umur,” ucap Ketua Komnas HAM.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menggulirkan rencana untuk “menyekolahkan” siswa bermasalah di Jabar agar dididik di barak militer mulai tanggal 2 Mei 2025.

BACA JUGA: Vasektomi jadi Syarat Penerima Bansos, Dedi Mulyadi Kebablasan!

Dedi Mulyadi mengatakan rencana tersebut merupakan pendidikan karakter yang akan mulai dijalankan di beberapa wilayah di Jawa Barat yang dianggap rawan, bekerja sama dengan TNI dan Polri.

“Tidak harus langsung di 27 kabupaten/kota. Kita mulai dari daerah yang siap dan dianggap rawan terlebih dahulu, lalu bertahap,” ujar Dedi dalam keterangan di Bandung, Minggu (27/4).

Peserta program dipilih berdasarkan kesepakatan antara sekolah dan orang tua, dengan prioritas pada siswa yang sulit dibina atau terindikasi terlibat dalam pergaulan bebas maupun tindakan kriminal.

“Selama enam bulan, siswa akan dibina di barak dan tidak mengikuti sekolah formal. TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya,” kata Dedi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan