Jabar Inflasi 1,01 di April, Emas Perhiasan Ikut Beri Andil

JABAR EKSPRES – Jawa Barat mengalami inflasi sebesar 1,01 persen secara bulanan (m-to-m) pada April 2025. Komoditas yang memberikan andil tertinggi terhadap inflasi tersebut adalah tarif listrik dan emas perhiasan.

Hal ini berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat pada Jumat (2/5). BPS mencatat, terdapat sejumlah komoditas yang menyumbang inflasi di bulan tersebut.

Komoditas dengan andil inflasi terbesar adalah tarif listrik sebesar 0,99 persen, diikuti oleh emas perhiasan sebesar 0,15 persen.

Selanjutnya, bawang merah dan tomat masing-masing menyumbang 0,05 persen, jeruk 0,03 persen, bawang putih dan tarif air PAM masing-masing 0,02 persen, serta kopi bubuk, anggur, dan kelapa masing-masing sebesar 0,01 persen.

Sementara itu, terdapat beberapa komoditas yang justru memberikan andil terhadap deflasi. Cabai rawit menyumbang deflasi sebesar 0,10 persen, diikuti oleh telur ayam ras dan daging ayam ras masing-masing sebesar 0,07 persen.

BACA JUGA: Buntut Efisiensi Anggaran, TPK Hotel di Jabar Anjlok

Kemudian, bensin menyumbang 0,03 persen, tarif pulsa 0,02 persen, serta wortel, cabai merah, beras, air kemasan, dan baju muslim wanita masing-masing sebesar 0,01 persen.

Di sisi lain, catatan inflasi secara y-on-y ada di angka 1,67 persen. Andil inflasi tertinggi adalah emas perhiasan 0,54 persen, kopi bubuk 0,18 persen.

BPS juga mencatat, secara m-to-m inflasi tertinggi ada di Kabupaten Majalengka dengan 1,36 persen. Sedangkan terendah ada di Kota Cirebon 0,70 persen. Sementara secara y-on-y, inflasi tertinggi ada di Kota Sukabumi lalu dengan terendah ada di Kota Cirebon.

Kepala BPS Jawa Barat, Darwis Sitorus, menjelaskan bahwa tingginya andil emas perhiasan terhadap inflasi berkaitan dengan dinamika ekonomi global.

“Menurut kami ini masih tergantung harga dan ekonomi global,” jelasnya.

BACA JUGA: BPS Catat Tingkat Hunian Kamar Hotel Bintang Alami Penurunan

Senada dengan itu, Kepala Kantor Wilayah III Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Lina Rosmiati, menambahkan bahwa masyarakat masih menganggap emas sebagai instrumen yang aman untuk mempertahankan nilai aset.

Oleh karena itu, saat terjadi gejolak ekonomi global, masyarakat cenderung berinvestasi dalam bentuk emas.

“Ekonomi global kan bergejolak, misal ada perang tarif antara China dan AS. Informasi itu kan terbuka luas. Makanya masyarakat beli emas,” tuturnya.(son)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan