Peringati May Day, Buruh Banjar Tuntut Upah Layak dan Perlindungan

JABAR EKSPRES – Setiap 1 Mei, jutaan buruh di dunia memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan sistem ketenagakerjaan. Namun, di Kota Banjar, momentum ini justru menguak kegagalan pemerintah dan pengusaha dalam menjawab tuntutan dasar buruh, upah layak, jaminan kerja, dan perlindungan hak.

May Day berakar dari perjuangan buruh AS pada 1886 yang menuntut pengurangan jam kerja dari 16-12 jam menjadi 8 jam per hari. Kemenangan itu menjadi warisan bagi seluruh umat manusia, tetapi di Kota Banjar, ironisnya, jam kerja panjang masih dibayangi upah di bawah standar.

“May Day bukan pesta, ini pengingat bahwa penindasan kapitalis masih nyata,” tegas Irwan Herwanto, Ketua Serikat Pekerja Sinar Baru Banjar Federasi Serikat Buruh Militan (SPSBB F SEBUMI), Senin (28/4/2025).

Data mengejutkan, Kota Banjar menyandang status Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) terendah se-Jawa Barat. Padahal, harga kebutuhan pokok terus meroket.

“Banyak perusahaan bayar upah di bawah UMK, bahkan menunggak gaji. Buruh sakit atau cuti haid pun tak dibayar,” ungkap Irwan.

BACA JUGA: Kicau Merdu di Situ Mustika, Polres Banjar Gaungkan Wisata melalui Lomba Burung Berkicau

Masalah diperparah dengan maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dan peliburan tanpa jaminan upah—praktik yang sering diabaikan pemerintah.

Lembaga Kerja Sama Tripartit dan Dewan Pengupahan Kota Banjar, yang seharusnya menjadi penengah, dinilai gagal menjalankan fungsi.

“Mereka hanya jadi ajang kepentingan kelompok. Buruh tetap tak didengar,” kritik Irwan.

Minimnya pengawasan terhadap pengusaha nakal memperpanjang daftar pelanggaran dari upah tak layak hingga ketiadaan jaminan keselamatan kerja.

Dalam sistem kapitalis, buruh dianggap sekadar ‘bahan baku’ yang upahnya ditentukan sepihak oleh pemodal.

BACA JUGA: Layanan Darurat 112 Ciamis Sering Terima Laporan Fiktif, Diskominfo Banjar: Menyita Waktu dan Tenaga Petugas!

“Mesin tak akan berproduksi tanpa buruh, tapi keuntungan hanya mengalir ke pemilik modal. Ini pencurian sistematis,” tegas Irwan.

Semakin lama jam kerja, semakin besar nilai lebih yang dirampas dari buruh—sebuah praktik yang masih terjadi di pabrik-pabrik Banjar.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan