Layangkan 17 Tuntutan, Walhi Desak Dedi Mulyadi Tangani Krisis Lingkungan!

JABAR EKSPRES – Walhi Jawa Barat menyoroti sejumlah permasalahan lingkungan yang semakin memburuk di Jawa Barat dan mendesak Gubernur Dedi Mulyadi untuk mengambil tindakan tegas.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Wahyudin Iwang, dalam acara peringatan Hari Bumi yang berlangsung di Gedung Sate, Bandung, pada Selasa (22/4).

Wahyudin mengungkapkan keprihatinan atas semakin menyusutnya tutupan hutan dan bertambahnya lahan kritis di Jawa Barat. Ia juga menyoroti kebijakan pemerintah yang masih memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan.

“Kami ingin menyampaikan banyak masalah, persoalan lingkungan yang cukup prihatin. Setiap tahun tutupan hutan semakin menyusut,” ujarnya.

BACA JUGA:Walhi Soroti Kinerja Dedi Mulyadi Menangani Masalah Lingkungan : Tindak Pelanggar Tanpa Pandang Bulu!

Wahyudin mengingatkan bahwa meskipun sudah ada beberapa langkah positif dari Gubernur Dedi Mulyadi dalam 100 hari pertama pemerintahannya, ia berharap hal tersebut bukan sekadar pencitraan.

“Kami berharap gebrakan-gebrakan beliau yang kami apresiasi hingga saat ini itu cukup baik, tapi bukan berarti di masa 100 hari saja geberakan itu dapat dilakukan oleh Gubernur,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya Gubernur Dedi Mulyadi untuk menangani masalah lingkungan secara lebih serius. “Kami ingin melihat parameternya 17 isu yang kami sodorkan kepada Dedi Mulyadi itu betul-betul disikapi,” katanya, merujuk pada 17 isu lingkungan yang diangkat oleh Walhi.

BACA JUGA:Dinilai Banyak Terjun Langsung ke Lapangan, Ketua Dewan Jabar Dukung Gaya Kepemimpinan Dedi Mulyadi 

Ada 17 tuntutan isu yang disampaikan yakni, alih fungsi lahan KBU, tata ruang yang buruk, audit lingkungan, rusaknya kawasan hutan oleh tambang, deforestasi,terbitnya kerja sama dengan TNI oleh Pemprov, DAS dan mikro DAS kritis, dan TPA Sarimukti overload.

Lalu, turunnya status cagar alam dan konservasi di bawah BKSDA, izin kegiatan di bawah TNGC, PSN pemicu konflik hingga sektor energi menambah pemanasan global, evaluasi seluruh KSO tambang, kerusakan wilayah pesisir, skema palsu co-firing membabat kawasan hutan, dan isu-isu lingkungan lainnya.

Lebih jauh, Wahyudin menyoroti persoalan pengelolaan kawasan hutan dan perizinan pembangunan yang merusak ekosistem. “Kami juga ingin menyampaikan persoalan bencana yang berubah alih fungsi di kawasan Puncak Bogor bukan satu-satunya, tapi banyak perusahaan baik BUMD maupun swasta yang harus disikapi secara serius,” pungkasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan