Ketika Penyandang Disabilitas hingga Pedagang Harus Bertarung Demi Satu Tabung Gas

Warga Lansia yang Ikut Mengantre Gas LPG 3 Kg di Salah Satu Pangkalan, Jalan Terusan Kota Cimahi (Mong / Jabar Ekspres)
Warga Lansia yang Ikut Mengantre Gas LPG 3 Kg di Salah Satu Pangkalan, Jalan Terusan Kota Cimahi (Mong / Jabar Ekspres)
0 Komentar

JABAR EKSPRES – Kelangkaan dan distribusi gas LPG 3 kilogram di Kota Cimahi masih menjadi polemik, terutama bagi warga penyandang disabilitas dan pedagang kecil. Kesulitan mendapatkan gas melon ini membuat mereka harus mengeluarkan biaya tambahan, bahkan menempuh jarak jauh demi mendapatkannya.

Bagi penyandang disabilitas, seperti Restu (38), yang juga anggota Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Jawa Barat, kebijakan pembelian LPG 3 kg di pangkalan menambah tantangan tersendiri.

Ia harus membeli gas di pangkalan yang berjarak sekitar 10 kilometer dari rumahnya yang berada di pelosok. “Saya rumah di pelosok, jarak ke pangkalan kurang lebih sekitar 10 KM. Untuk biaya ongkos kirim mahal jadinya,” kata Restu kepada Jabar Ekspres, Selasa (4/2/2025).

Baca Juga:Pengecer LPG 3 Kg Boleh Berdagang Kembali, Wamen ESDM: Warung Harus jadi Sub PangkalanDisinggung KDM, Pj Gubernur Jelaskan Masjid Al Jabbar Dibangun Pakai Utang PEN

Dengan keterbatasan mobilitas, Restu harus meminta bantuan orang lain atau tukang ojek untuk membeli gas, yang tentu saja menambah biaya.

Restu juga mengaku mendapati sejumlah warga yang masih melakukan praktik penimbunan gas di sekitarnya. “Seperti memborong gas dan disimpan, ada juga di dekat rumah saya, tapi harganya Rp30 ribu,” katanya.

Setelah muncul gejolak di masyarakat, kini Presiden Prabowo memperbolehkan warung kelontong kembali menjual gas LPG 3 kg. Restu menilai kebijakan ini positif, terutama bagi penyandang disabilitas yang kesulitan menjangkau pangkalan.

“Saya menyikapi hal ini dari sisi positifnya. Kebijakan ini sangat bagus,” ujarnya.

0 Komentar