BANDUNG – Pengusaha reklame di Kota Bandung siap-siap gigit jari. Pasalnya, Panitia Khusus (Pansus) III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai reklame.
Yaitu Raperda tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pencabutan Perda Kota Bandung Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Bandung tahun 2015-2035.
Aturan tersebut tentunya menjadi ancaman bagi pengusaha reklame yang selama ini bebas memasang tanpa mengantongi izin. Sebab, Raperda yang sedang digodok lembaga legislatif tersebut, mengatur ruang milik jalan (Rumija) di Kota Bandung bebas dari reklame menyusul adanya aturan yang lebih tinggi yang mengatur kawasan tersebut.
Anggota Pansus Raperda Penyelenggaraan Reklame DPRD Kota Bandung Uung Tanuwidjaja menegaskan, maraknya papan reklame menjadi sorotan DPRD Kota Bandung karena indikasinya banyak yang tidak mengantongi izin.
“Kami menyadari bahwa langkah penertiban ini akan berbenturan dengan kepentingan pihak-pihak tertentu yang melihat reklame sebagai lahan bisnis potensial,” ujar Uung di Ruang Fraksi NasDem DPRD Kota Bandung, Kamis (12/12).
Uung yang juga Anggota Komisi C DPRD Kota Bandung ini mengatakan, jika Raperda Penyelenggaraan Reklame disepakati, maka konsekuensinya akan ada pihak-pihak yang terganggu kepentingannya. Akan tetapi, dia menegaskan, perlu diambil keputusan konkrit sehingga akan ada harmonisasi dengan aturan perundang undangan lainnya.
Politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini memaparkan, pada ruang milik jalan rencananya dilarang ada reklame atau kegiatan apapun yang menganggu fungsi jalan. “Reklame di ruang milik jalan harus diatur secara detail,” tegasnya.
Lebih jauh Uung menegaskan, rencana larangan dalam Perda Reklame itu muncul pada saat melakukan pembahasan dan hasil konsultasi pada institusi terkait terkait di Jakarta beberapa waktu lalu.
“Pada prinsipnya pada ruang milik jalan tidak boleh ada bangunan yang mengganggu fungsi jalan,” kata Uung.
Terkait keberadaan papan reklame di Rumija menurut Uung, memang akan ada benturan dengan aturan ketentuan di atasnya. Namun, jika ingin mengakomodasi kepentingan yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka solusi jalan tengah yang ditawarkan dapat mengacu pada aturan Kementerian Pekerjaan Umum.