Mengupas Alih Fungsi Lahan KBU yang Tak Kunjung Tuntas tapi Meluas

Alih Fungsi Lahan KBU Bukan Masalah Sederhana

Pengamat Tata Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) Denny Zulkaidi turut merespon atas kemelut alih fungsi lahan di Kawasan Bandung Utara (KBU). Menurutnya, alih fungsi lahan itu bukan masalah sederhana. Ada persoalan dari kepastian aturan hingga rendahnya penindakan.

Denny menguraikan, persoalan pertama yang perlu jadi perhatian terkait alih fungsi lahan di KBU itu dimulai dari kepastian dan kejelasan aturan yang masih mengambang. Aturan yang dimaksud utamanya perihal tata ruang hingga perizinan pembangunan di KBU.

Pada 2016 lalu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar sempat mengeluarkan Perda No 2 tentang Pedoman Pengendalian KBU sebagai Kawasan Strategis di Jabar. Kemudian ada Perda Rencana Tata Ruang Wilayah yang diperbarui. Mestinya aturan yang ada juga bisa diturunkan sampai ke zonasi di KBU. Sehingga ada kesingkronan aturan dari pusat hingga tingkat daerah. “Kepastian aturan diperlukan,” katanya kepada Jabar Ekspres.

Namun sejak hadirnya UU Cipta Kerja, kewenangan provinsi dalam menata dan perizinan di KBU makin berkurang. Dulunya, dalam perizinan pembangunan di KBU perlu mendapat rekomendasi dari Provinsi.

Mekanisme perizinan kini terpusat melalui Online Single Submission (OSS). “Tapi sekarang provinsi seakan lepas tangan. UU Cipta Kerja juga memangkas kewajiban Provinsi untuk membuat rencana detail kawasan strategis,” paparnya.

Makin hilangnya kewenangan provinsi ini bisa membuat banyak perizinan yang bertentangan semangat menjaga alih fungsi lahan KBU bisa lolos ketika daerah tidak ketat. “Kalau aturan di tingkat kota kabupaten tidak singkron dengan provinsi. Maka perizinan bisa lolos,” katanya.

Menurut Denny, UU Cipta Kerja lebih konsen kepada perihal investasi. Sehingga aspek yang berkaitan dengan menjaga lingkungan dalam hal ini terkait KBU nampaknya makin terabaikan. “Aspek kerusakan di luar investasi agak diabaikan. Itu menjadikan daerah mengurangi keketatannya dalam hal perizinan,” cetusnya.

Dalam tataran implementasi, pengawasan lapangan perihal alih fungsi lahan di KBU dapat dikatakan lemah. Sejauh ini pemprov kekurangan aparat yang sampai mengawal langsung ke tingkat daerah.

Mestinya fungsi pengawasan itu bisa diakomodasi oleh aparat di tingkat daerah. Tapi kalau daerah tidak memiliki komitmen tinggi dalam hal pengawasan KBU juga susah berjalan. “Jadi alih fungsi lahan itu bukan masalah sederhana. Mulai dari aturan yang tidak jelas, lalu pelaksanaan dan pengawasan yang lemah. Hingga penindakan terkait KBU yang minim,” ucapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan