SP TSK SPSI Geruduk Kantor BPS Kabupaten Sukabumi

JABAR EKSPRES – Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi mendatangi Kantor BPS Kabupaten Sukabumi yang terletak di Karangtengah, Kecamatan Cibadak pada Rabu, 22 November 2023.

Moch. Popon selaku Ketua SP TSK SPSI mengatakan, dirinya bersama anggota yang lain mendatangi kantor BPS untuk menanyakan data yang digunakan, pada variabel penentuan upah minimum tahun 2024.

Terlihat kedatangan SP TSK SPSI ke BPS Kabupaten Sukabumi, dengan melibatkan sekitar 300 orang dari perwakilan masing-masing pengurus.

“Maksud kedatangan kami ke BPS adalah untuk mempertanyakan data-data yang digunakan jadi variabel penentuan upah minimum tahun 2024,” ujarnya kepada Jabar Ekspres, Rabu (22/11/2023).

BACA JUGA: Gunakan PP 51, Penetapan UMK 2024 Kemungkinan Sama dengan UMP Jabar

Ia melanjutkan, kenaikan UMK tersebut didasari pada data inflasi yang dikeluarkan oleh BPS Kabupaten Sukabumi.

“Karena kenaikan upah yang hanya dikisaran Rp30 ribuan itu didasarkan pada data inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan rata-rata konsumsi rumah tangga yang dikeluarkan oleh BPS,” ujarnya.

Dirinya menerangkan, hasil audiensi dengan Kepala BPS, SP TSK SPI mengatakan data BPS diindikasikan tidak kredibel.

“Kami bisa mengatakan bahwa data BPS diindikasikan tidak kredible,” paparnya.

Ia mencontohkan, kebutuhan makan nasi aja, hasil survei BPS hanya Rp2 ribu untuk makan 3 kali setiap hari untuk setiap orangnya atau anggota rumah tangga.

“Data real yang ada saat ini harga beras saja sudah Rp13 ribu hingga Rp15 ribu per liternya. Jadi, angka Rp2 ribu untuk kebutuhan makan nasi 3 kali sehari sangat tidak masuk akal,” tegasnya.

BACA JUGA: SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi: Omnibus Law Tak Berikan Perubahan pada Sukabumi

“Terkait hal tersebut, kami menolak penentuan UMK yang tidak naik, karena upah minimum tidak naik disebabkan oleh konsumsi rata-rata rumah tangga masyarakat Kabupaten Sukabumi yang hanya Rp. 1.253.479,” imbuhnya.

Ia merasa hal tersebut tak adil, serta tidak manusiawi. Jika buruh yang ada di Kabupaten Sukabumi harus menanggung kebutuhan konsumsi rata-rata rumah tangga di Kabupaten Sukabumi.

“Urusan pendapatan, konsumsi dan pemenuhan kebutuhan itu bukan tanggung jawab buruh, tapi tanggung jawab pemerintah. Dalam hal ini, tanggung jawab Bupati sebagai Kepala Daerah. Jangan sampe kegagalan pemerintah daerah yang tidak bisa meningkatkan pendapatan rakyatnya, dibebankan kepada buruh yang hidupnya udah susah,” tegasnya. (Mg9)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan