Pengurus Gemas Jabar Resmi Dilantik, Siap Menangkan Pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024

“Selalu ada konflik yang mencuat akibat adanya sentimen antar golongan. Utopia kedamaian di tengah keberagaman yang dimimpikan Pancasila nampak semakin jauh untuk diraih jika melihat kondisi intoleransi antar agama di Indonesia,” lanjutnya.

BACA JUGA: Mendapat Nomor Urut 2 Dalam Pilpres 2024, Ini Komentar Gibran

Jika ditarik ke belakang, kata Benetta kasus intoleransi agama bukan hal baru dan sudah menjadi pekerjaan rumah lama. Terlalu banyak kasus penutupan tempat ibadat dan melarang umat untuk beribadah.

Bagai gajah di pelupuk mata yang tidak nampak, intoleransi dan diskriminasi agama ini bagaikan angin lalu yang tidak digubris dengan pelaku dibiarkan tanpa diadili. Muncul kekhawatiran ketika kondisi ini terus berulang, orang-orang akan menganggapnya hal yang normal. Padahal sebagai warga negara Indonesia, bukankah kedudukan semuanya sama dan tidak ada hirarki pada agama?

Tak perlu menunggu penegakan hukum menjadi lebih baik, upaya yang berawal dari inisiatif masyarakatlah yang dibutuhkan saat ini. Narasi-narasi heroik yang bernafaskan kemanusiaan untuk mengutuk perbuatan diskriminatif kini harus digaungkan pula di dalam negeri.

Tanpa melihat latar belakang suku, agama, maupun golongan. Mari galakkan toleransi atas dasar rasa prihatin, prihatin pada sesama manusia yang lahir bersama di negeri Indonesia.

“Jika kasus-kasus semacam di atas terus berlangsung, dikhawatirkan kondisi kerukunan umat beragama ini akan rusak. Oleh karena itu, Gema Sadhana (Gemas) lahir dan hadir di tengah masyarakat, untuk melakukan penguatan kerukunan dan toleransi melalui sosialisasi pemahaman keagamaan yang moderat dan menekankan pentingnya toleransi serta memberikan kedamaian dalam kehidupan masyarakat yang majemuk,” ungkapnya.

Di samping upaya-upaya tersebut, Gemas juga melakukan upaya-upaya pencegahan konflik (conflict prevention) melalui peningkatan dialog antar umat beragama dengan melibatkan tokoh agama dan tokoh politik. Sejalan dengan ini, perlu antisapasi dini terhadap potensi konflik atau ketegangan itu, sehingga potensi itu tidak berkembang menjadi konflik nyata dan kekerasan.

“Menurut kami, yang kebetulan pernah mengunjungi tempat-tempat konflik tersebut, penyelesaian itu sebenarnya tidak terlalu sulit. Yang terpenting adalah komitmen terhadap kerukunan serta adanya mediator yang bisa meyakinkan semua pihak yang terlibat dalam konflik atau perselisihan dengan mengakomodasi aspirasi mereka,” tandasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan