Jabar Ekspres – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan ‘Liquefied Natural Gas’ (LNG) di PT Pertamina Tahun 2011-2021 PADA Selasa, 7 November 2023.
“Informasi yang kami peroleh saksi sudah hadir di Gedung Merah Putih KPK dan masih dilakukan pemeriksaan tim penyidik,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/11).
Meski demikian, Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai informasi apa saja yang akan didalami penyidik dalam pemeriksaan tersebut.
Pemeriksaan Ahok ini merupakan perkembangan terbaru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina. Sebelumnya, KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) 2009-2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan sebagai tersangka pada 19 September 2022.
BACA JUGA: Skandal Korupsi BTS 4G: Anggota III BPK Achsanul Qosasi Jadi Tersangka!
Kasus dugaan korupsi tersebut diduga berawal sekitar 2012, saat itu PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Perkiraaan defisit gas akan terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 2009-2040 sehingga perlu pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, industri pupuk, dan industri petrokimia lainnya di Indonesia.
Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero Periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan pemasok LNG di luar negeri, di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Karen kemudian secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian dengan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.
Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup rapat umum pemegang saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
Buntut keputusan tersebut, kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.