AS Kirimkan Persedian Senjata Uranium untuk Ukraina

JABAR EKSPRES- Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov, menganggap bahwa pengiriman persediaan senjata uranium oleh AS ke Ukraina sebagai tindakan kriminal. Ia menyatakan bahwa amunisi tersebut dikirim untuk memperkuat serangan balik Ukraina terhadap Rusia.

Ryabkov menekankan bahwa langkah ini tidak hanya meningkatkan eskalasi, tetapi juga mencerminkan bahwa Washington tidak mempertimbangkan konsekuensi penggunaan amunisi semacam itu di zona konflik. Menurutnya, ini adalah tindakan kriminal yang jelas dari pihak AS.

Sehari sebelumnya, Departemen Pertahanan AS mengumumkan paket bantuan keamanan baru senilai 175 juta dolar AS untuk Ukraina. Bantuan ini termasuk amunisi uranium yang telah terdeplesi untuk tank Abrams. Untuk pertama kalinya, AS mengirimkan senjata kontroversial ini ke Ukraina.

Senjata ini dirancang untuk membantu Ukraina melawan tank-tank Rusia dan merupakan bagian dari komitmen bantuan terbaru dari AS. Pekan depan, AS akan mengumumkan rincian lebih lanjut tentang paket bantuan ini, yang bertujuan untuk memperkuat serangan balik terhadap Rusia.

BACA JUGA : Korea Utara Resmi Luncurkan Kapal Selam Nuklir Berteknologi Tinggi

Penggunaan amunisi uranium yang terdeplesi ini telah menimbulkan kontroversi. Para kritikus, seperti International Coalition to Ban Uranium Weapons, berpendapat bahwa senjata ini berpotensi membahayakan kesehatan karena debunya dapat terhirup manusia dan dapat menyebabkan kanker serta cacat lahir.

Depleted uranium yang digunakan untuk membuat amunisi ini adalah hasil samping dari proses pengayaan uranium. Kepadatannya yang tinggi memungkinkannya untuk menembus target dan dapat menyebabkan ledakan di dalam gumpalan debu dan material logam yang panas.

AS telah menggunakan amunisi uranium terdeplesi secara besar-besaran selama Perang Teluk pada tahun 1990 dan 2003. NATO juga menggunakannya saat melakukan pengeboman di bekas wilayah Yugoslavia pada tahun 1999.

Menurut International Atomic Energy Agency, studi di bekas wilayah Yugoslavia, Kuwait, Irak, dan Lebanon menunjukkan bahwa residu amunisi uranium terdeplesi yang menyebar di lingkungan tidak membawa bahaya radiologi yang signifikan bagi penduduk di daerah yang terkena dampak.

Namun, bagi Ukraina, penanganan material radioaktif ini akan menjadi tugas berat setelah perang berakhir. Beberapa wilayah di negara tersebut masih dipenuhi oleh bom-bom kecil yang tidak meledak, ranjau, dan amunisi lainnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan