JABAR EKSPRES – Proses penerapan teknologi jaringan generasi kelima atau 5G di hadapi oleh sejumlah operator di Indonesia.
Salah satunya adalah beban biaya hak penggunaan frekuensi yang tinggi yang harus di tanggung oleh operator telekomunikasi.
Lihat juga : Uji Coba LRT Jabodebek dengan Tarif Rp1 untuk Masyarakat Sudah Dimulai Hari Ini
Namun demikian, beralih ke teknologi 5G menjadi penting agar Indonesia tidak tertinggal di era digital.
Masyarakat Telematika Indonesia menyoroti pentingnya perhatian dari pemerintah. Khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk membantu operator telekomunikasi dalam mengimplementasikan jaringan 5G.
“Keberlanjutan dari operator telekomunikasi tergantung pada bagaimana mereka mengelola teknologi yang sudah usang. Ini berkaitan dengan tingkat kedaluwarsa dari teknologi dan inovasi.” kata Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia, Sarwoto Atmosutarno.
Dalam industri Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT), terdapat perubahan roadmap atau rencana pengembangan yang terus berlangsung.
Di sektor telekomunikasi, peralihan dari Public Switched Telephone Network (PSTN) ke jaringan 2,5G, kemudian beralih ke 3G, 4G, dan kini menuju 5G merupakan bagian dari evolusi tersebut.
“Ini adalah sesuatu yang selalu terjadi. Nantinya akan ada 6G, dan teknologi sebelumnya akan menghilang. Tantangan dalam industri telekomunikasi adalah bahwa kita belum sepenuhnya mendapatkan pengembalian investasi dari 3G dan 4G. Namun, kita harus beralih ke 5G dan menginvestasikan lagi. Kuncinya adalah bagaimana operator bisa mengelola masa transisi ini, mengalokasikan investasi pada layanan yang tepat, agar mereka tetap bertahan.” Jelas Sarwoto.
Meskipun beberapa operator seluler sudah mengadopsi teknologi 5G, layanan ini masih langka dan belum tersedia secara luas, sehingga di anggap sebagai suatu hal yang eksklusif.
Operator seluler juga tampaknya belum sepenuhnya menerapkan layanan 5G secara optimal di Indonesia.
Menurut Sarwoto, salah satu alasan di balik ketidakantusiasan operator telekomunikasi dalam mengadopsi 5G adalah karena belum ada jaminan bahwa teknologi ini akan memberikan pengembalian modal yang cukup cepat.
“Dari segi biaya, pengeluaran, dan investasi, belum ada kepastian pengembalian modal yang cepat. Jika dibandingkan dengan 4G yang saat ini telah berkembang baik dan mendukung hampir semua aplikasi, pendapatan dari 4G terus bertambah, dengan ARPU yang meningkat sekitar 7%,” terangnya.