Guru Sang Pemberantas Kebodohan

Oleh: Dr. Asep Hilman, MPd

 

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang secara eksponensial telah meniscayakan profesi guru untuk berakselerasi dengan kemajuan tersebut.

Konsep merdeka belajar, sekolah/guru penggerak, quantum learning dll yang secara kontemporer saat ini sedang berlangsung adalah sebagian dari bentuk akselerasi pembelajaran.

Semua gerakan akselerasi ini dirijennya tetap sosok guru, artinya sehebat dan secanggih apapun revolusi pembelajaran/pendidikan tanpa melibatkan guru adalah sia sia belaka.

Begitu penting dan strategisnya posisi guru dalam sebuah proses pendidikan menjadikannya sosok yang harus terbebas dari sifat-sifat Jahil (bodoh).

Karena saat ini ada tendensi sifat sifat demikian sedang marak ditengah masyarakat kita: fenomena buzzer, main hakim sendiri, perilaku hedonisme, jual beli jabatan, jual beli keadilan dll adalah sebagian kecil dari potret praktek al jahil ini.

Alquran dalam Surat Al-A’raf ayat 199 menyinggung soal bagaimana menghadapi orang bodoh. Lantas siapakah yang disebut orang-orang bodoh (al-Jahil) dalam Islam?

 

Orang bodoh adalah seseorang yang gemar mengganggu orang lain dengan ucapannya yang menghina, mengejek, dan memfitnah. Orang-orang bodoh semacam ini tidak perlu ditanggapi atau dipedulikan. Jangan biarkan mereka mengisi ruang kehidupan dan pikiran kita.

Menurut Muhammad bin Manshur Rahimahullah terdapat   enam sifat tanda orang jahil (bodoh), yaitu: marah dalam masalah yang sepele, bicara tentang sesuatu yang tidak bermanfaat, nasihat tidak pada tempat (waktu) yang tepat, menyebarkan rahasia, percaya kepada siapapun serta tidak mengetahui mana teman dan mana lawan.

Menanggapi hal-hal semacam itu tampaknya dunia terlalu mudah untuk diduduki. Hidup ini terlalu singkat untuk disia-siakan jika menangani orang bodoh. Misalnya membalas keburukan dengan keburukan, atau hal-hal lain yang sejenis.

Orang bodoh bukan berarti orang yang tidak berpendidikan. Orang yang bergelar doktor pun bisa menjadi orang bodoh bahkan profesor sekalipun. Karena, kebodohan tidak berkaitan dengan ijazah. Kebodohan erat kaitannya dengan akhlak.

Jika seseorang menuruti hawa nafsunya dan tidak bisa mengendalikan pikirannya yang kemudian terejawantahkan ke dalam perilaku yang buruk, maka dialah orang bodoh, meski sudah mengantongi banyak ijazah.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan