Surat Kuasa

 

bagus aryo sutikno

Tembak menembak 5 jam. Kalo di warnet sebelah rumah, 1 jam lagi doi bisa dot FREE 1 jam. Lumayan untuk bocil pemain PUBG. Hehehehe

 

bagus aryo sutikno

Di Ohio-Iowa, kebun jagung itu sejauh mata memandang. Menurut Disway, demikian juga di Bima Nusa Tenggara. Kesimpulannya, Bima itu tetanggaan dengan Ohio-Iowa. #apa kabar alismu.

 

Condro Mowo

USA bak Indonesia, atau sebaliknya. Fanatik yang kurang diikuti logika sehat kadang memilukan dan lucu. Dan pasti, jadi geregetan bila mengarah anarkis. Seperti Ricky Shiffer. Bedanya, Presiden kita (dan mantan) masih tergolong ‘waras’, tak ada yang berperilaku spt Trump. Tak ada ‘penghilangan bukti’ ( seperti Duren Tiga) dan data2. Bila ini terjadi di sini, entah bagaimana reaksi netizen. Pasti heboh luar biasa. Satu hal saya catat dari uraian p.Dahlan, disana seorang caleg harus berkeringat sebelum menduduki singgasananya. 2024 menanti. Tak lama, pendaftaran juga sudah dimulai. Tak terasa saya mengelus dada (padahal tidak ada apa 2), semoga banyak caleg menggaris bawahi uraian p.Dahlan ini (spt saya). Nggak di daerah atau pusat, tau2 ‘duduk manis’ di kursi parlemen, seperti gus Samsudin gus Sugik Nur dan sejenisnya tau2 bergelar gus tanpa diketahui pernah mondok dimana… sangat memilukan….

 

Mirza Mirwan

Barangkali karena sejak muda saya ini non-partisan, saya hanya bisa ngurut dada sambil geleng-geleng kepala kalau membaca berita tentang kelakuan absud pendukung die hard suatu partai atau tokoh politik. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain, terutama di Amerika. Kalau mereka itu masih usia 20-30 tahun, masih bisa dimaklumi. Jiwa mereka masih labil. Tetapi kalau sudah di atas usia itu, apalagi sudah berkeluarga, kesannya kok bodoh banget. Padahal, belum tentu partai atau tokoh yang dibelanya mati-matian itu peduli dengan nasib mereka. Ricky Shiffer itu, misalnya. Apa untungnya mati-matian — dan mati beneran — membela Trump? Bayangkan, veteran angkatan laut yang pernah bertugas di USS Columbia waktu Perang Irak itu tinggal di Colombus, ibukota Ohio (sekitar 165km arah timur laut Cincinnati). Dengan gagah berani, berbekal senjata semi otomatis AR-15, ia bermaksud menyerang markas cabang FBI — mestinya sudah berpikir bahwa itu mustahil terlaksana — dan akhirnya malah menemui ajalnya. Saya tak tahu apakah ia punya isteri dan anak (tak ada yang memberitakan soal itu). Misalkan ia punya anak, bukankah si anak akan bingung, demi apa ayahnya tewas? Ia tak tahu jawabnya. Tetapi di benaknya akan terbentuk imej, polisi jahat, karena menyebabkan ayahnya tewas. Semoga saja, kalau permisalan tadi benar, anak itu punya ibu yang bijak, yang dengan penuh kasih memberi pengertian bahwa apa yang dilakukan mendiang ayahnya memang salah.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan