Menelaah Kisah Dibalik Asyura, Ternyata Ada Peristiwa Berdarah yang Tragis

Kelima: bahwa umat di zaman sekarang hidup dalam ujian, musibah, perpecahan, dan kelemahan. Bersamaan dengan itu Anda akan mendapati bahwa para khatib di mimbar al-Husaini tidak memiliki apapun untuk disampaikan kecuali mengoyak sejarah, menghidupkan fitnah, dan membuat-buatnya, serta mengobarkannya, padahal tidak memiliki landasan yang shahih.

Kita Menolak Acara Asyura ala Syiah

Sikap kita, Ahlussunnah terhadap acara ratapan tersebut adalah sebagaimana disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata tentang orang-orang yang menjadikan ‘Asyura` sebagai acara ratapan nestapa dan nista, “Yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala kepada Rasul-Nya terhadap musibah –jika musibah itu baru terjadi- adalah hanya bersabar, ihtisab (berharap pahala) dan istirjâ’ (mengucapkan innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn)… maka, jika Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk bersabar dan ihtisab saat musibah baru terjadi, maka bagaimana pula jika musibah itu telah berlalu sekian lama. Maka menjadikan hari ‘Asyura` sebagai acara kesedihan termasuk perkara yang dihias-hiasi syetan untuk orang-orang sesat lagi membangkang. Demikian pula nadb (penyebutan kebaikan-kebaikan, dalam bentuk ratapan), dan pelantunan sya’ir-sya’ir sedih. Kedua kelompok tersebut telah melakukan kesalahan, keluar dari sunnah. Rasulullah , dan Khulafaur Rasyidin tidak pernah menyunnahkan satu perbuatan dari perbuatan tersebut pada hari ‘Asyura`, tidak syi’ar-syi’ar kesedihan, tidak juga syi’ar-syi’ar kegembiraan.” (Majmû’ul Fatawa (25/308-309))

Setelah ini kita katakan, “Telah banyak para Nabi yang terbunuh, tetapi Rasulullah tidak pernah melakukan yang seperti itu sama sekali. Demikian pula terbunuh sejumlah keluarga Nabi , seperti Hamzah, dan Ja’far di zaman Nabi.

Dan beliau tidak pernah melakukan sesuatupun untuk keduanya. Beliau juga tidak membangun kuburan untuk keduanya, tidak juga membuat musim-musim untuk menziarahinya, tidak juga yang lainnya, padahal keduanya adalah orang yang sangat utama, dan beliau al-Mushtafa sangat mencintai keduanya, demikian pula keadaannya terhadap Khadijah radhiallahu’anha.”

Demikian pula waktu terbunuhnya ‘Ali radhiallahu’anhu, putra-putranya tidak pernah melakukan sesuatupun, termasuk yang paling utama di antara mereka adalah al-Hasan dan al-Husain radhiallahu’anhuma. Maka apakah Rasulullah dan putra-putra ‘Ali radhiallahu’anhu berada di atas kesalahan..?!

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan