Menelaah Kisah Dibalik Asyura, Ternyata Ada Peristiwa Berdarah yang Tragis

Inilah sikap beliau terhadap al-Husain radhiallahu’anhu dan terhadap orang-orang yang membunuhnya.

Puasa Asyura dan Keutamaannya

Mengenai puasa Asyura` ahlussunnah waljama’ah berpandangan bahwa itu adalah sunnah.Telah shahih dari Nabi , juga telah shahih dari pihak syi’ah dengan periwayatan para Imam.

Telah shahih bahwa Nabi mendapati orang-orang Yahudi Madinah menjadikan hari Asyura sebagai hari puasa dan hari raya (pesta). Orang-orang Khaibar merayakan dengan memakaikan perhiasan-perhiasan kepada para wanitanya, maka Rasulullah memerintahkan kaum muslimin agar puasa saja tanpa hari raya pada tanggal 10, dan ditambah dengan hari sebelumnya yaitu tanggal 9 (HR. Bukhari: 1980, 1981; Muslim: 2613, 2614, 2619, 2620).

Nabi mengabarkan bahwa puasa hari Asyura akan menghapuskan dosa satu tahun yang lalu. (HR. Muslim: 2700)]

5 hal yang menyedihkan

Pertama; bahwa riwayat-riwayat tentang puasa tersebut tidak pernah disebut oleh ulama-ulama syiah.

Kedua: mereka juga tidak pernah menyebut kapan dimulainya acara ratapan Husainiyyah yang tidak pernah dilakukan oleh para Imam tersebut.

Ketiga: saat mereka menyebut tragedi Karbala, kisah mati syahidnya al-Husain radhiallahu’anhu dan ahlul Bait yang lain mereka banyak melakukan pemutar balikan fakta, melalui riwayat-riwayat yang lemah dan atau palsu!!

Sebenarnya pembunuh al-Husain radhiallahu’anhu adalah orang-orang Kufah sendiri –semoga Allah memperlakukan merek dengan keadilan-Nya – bukan selain mereka, tidak ada seorangpun menyertai mereka selain mereka sendiri.

Merekalah yang berdusta terhadap al-Husain radhiallahu’anhu, menipunya, mengkhianatinya, membiarkannya sendirian, sebagaimana mereka membiarkan bapaknya (Ali radhiallahu’anhu), dan saudaranya sebelumnya.

Keempat: mereka tidak pernah menyebut saudara-saudara al-Husain radhiallahu’anhu yang mati syahid bersamanya di padang Karbala`. Mereka adalah Abu Bakar, Umar, ‘Utsman, putra-putra ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, [juga Abu Bakar putranya sendiri dan Abu Bakar putra Hasan bin Ali ra] Mengapa…? Bahkan tidak pernah ditemui untuk mereka sekedar penyebutan atau belas kasihan,

Mengapa mereka bersikap demikian?

Jawabnya adalah, bahwa tidak disebutnya nama mereka hanyalah kekhawatiran terhadap pertanyaan orang-orang awam syi’ah, “Mengapa Imam ‘Ali menamai putra-putranya dengan nama-nama tersebut (Abu Bakar, Umar dan Usman)? Mengapa Imam Husain dan Imam Hasan menamai putranya dengan Abu Bakar? Bukankah penamaan menunjukkan akan kecintaan dan keridhaan?”

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan