Dari Perpustakaan sampai Menumbuhkan Minat Baca Siswa Gerakan Literasi di SMKN 6 Bandung

Jabarekspres.com, Bandung – Di pojok sekolah kejuruan itu, berdiri bangunan megah. Sebuah perpustakaan sekolah. Di depan bangunan ini ada kolam. Apabila sekilas, tampak dari depan, seolah membuat tempat dari induk literasi para siswa itu mengapung indah.

Perpustakaan sebagai induk literasi diolah serius oleh Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 6 Kota Bandung. Dampaknya, gerakan literasi pun berangsur tumbuh dan membaik.

Tahun 2018, seorang guru fisika ditunjuk sebagai kepala perpustakaan itu. Ernawati, merasa dituntut membenahi dengan posisi barunya.

“Apa yang harus saya lakukan? Dengan background saya bukan pustakawan,” katanya saat ditemui wartawan Jabar Ekspres di perpustakaan SMKN 6 Kota Bandung.

Terlebih, latar belakang Ernawati yang merupakan seorang guru fisika, tentu, membuat dirinya bertanya-tanya.

“Bagaiamana cara mengurus dan mengelola perpustakaan ini?” ucapnya.

Dia menceritakan, pada akhirnya, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (Dispusipda) Jawa Barat (Jabar) menjadi jawaban dari pertanyaan dirinya.

“Saya minta bimbingan dari Dispusipda. Bagaimana cara pengelolaan (perpustakaan) dan sebagainya. Jadi (betul) ada peran Dispusipda,” cerita Ernawati.

Dirinya pun beberapa kali mengikuti pelatihan pustakawan. Seiring berjalannya waktu, Ernawati semakin tahu. Bahwa perpustakaan sekolah seharusnya tak melulu menyediakan buku paket.

“Melainkan adalah buku-buku literasi, buku-buku referensi penunjang pembelajaran,” imbuhnya.

Ernawati menuturkan, pada awalnya, letak perpustakaan berada di suatu ruang kelas. Lantai dua, di gedung sekolah. Di sana pula, dia melihat bahwa induk literasi ini masih berisi buku paket.

“Tidak ada buku literasi, tak ada buku bacaan yang lain. Itu pun hanya sedikit. Saya kumpulkan itu hanya 300 buku yang di luar buku paket,” tuturnya.

Sedangkan, sepengetahuan Ernawati, seusai berkonsultasi dengan Dispusipda Jabar, diketahui bahwa untuk akreditasi perpustakaan dibutuhkan 250 judul buku.

Dimulai dari sanalah. Pegiat literasi mesti berhadapan dengan jalan terjal pertamanya. “Dari mana kami harus menyediakan buku itu? Nah, dari 300 buku?”

Seusai enam bulan berjalan. Dia dan para pustakawan sekolah mulai ikut pula berjalan. “Sampai setahun, ke sana ke mari, kami mencari buku,” ucapnya, “Kami mengunjungi berbagai perpustakaan.”

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan