Rektor ISBI: Tak Bisa Gegabah Menentukan Karya Plagiasi

BANDUNG – Tentang adanya informasi yang berkembang soal kasus plagiarisme yang mencuat. Serta akan berbuntut panjang dari salah seorang dosen yang dianggap melakukan plagiasi, yakni terhadap karya tulis yang sudah dibukukannya.

Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Een Herdiani mengungkapkan, dalam menentukan suatu karya ilmiah itu adalah hasil jiplakan atau tidak, membutuhkan tindakan yang serius. Tidak bisa asal-asalan dalam menilainya.

Dia menjelaskan, plagiasi alias plagiarisme atau aksi penjiplakan, tentu, bukan sebuah kerja-kerja akademisi yang baik.

“Plagiasi itu pastinya, tindakan yang tidak bagus,” ucapnya kepada wartawan di Gedung Rektorat ISBI Bandung, Senin (13/6).

“Sejauh mana dan seperti apa, kita harus merujuk pada peraturan,” jelas Een.

Kendati demikian, Een menambahkan, dalam men-cap sebuah karya ilmiah mengandung unsur plagiat atau menjiplak hasil orang lain, penilaian tidak bisa terburu-buru.

“Tidak bisa gegabah dalam menentukan (hasil karya) itu plagiasi atau tidak,” tambahnya.

Lantaran, menurut Een, di dalam dunia pendidikan itu sendiri sudah terdapat sejumlah aturan-aturan yang mengikat terkait hal tersebut.

“Di dunia pendidikan itu, karena, kan, sudah ada peraturannya. Tapi tentu saja kita tidak bisa gegabah menilai,” ujarnya.

“Karena kita harus (memeriksa) dengan yakin terlebih dahulu. Apakah betul (karya) itu dianggap sebagai plagiasi?” katanya.

Sementara itu, seperti persyaratan akademik pada umumnya, plagiasi juga digunakan sebagai syarat dalam pemilihan calon rektor (pilrek).

Termasuk menjadi syarat dalam pilrek ISBI untuk periode 2022 – 2026. Menurut Ketua Panitia Pelaksana Pilrek, Iip Sarip Hidayana, plagiasi yang bakal masuk penilian, tidak hanya berdasarkan satu karya.

“Tidak merujuk ke satu karya khusus, tapi lebih ke komitmen (calon rektor) selama berkarir di dunia akademik. Tidak pernah melakukan plagiat,” jelas Iip.

Sang calon rektor, lanjutnya, perlu mempertanggungjawabkan karya yang dianggap tidak mengandung plagiasi. Yakni dengan sebuah surat pernyataan.

“Dengan membuat pernyataan di atas materai, maka calon tersebut sudah mendeklarasikan tidak pernah membuat karya plagiat selama menjadi dosen,” pungkasnya. (zar)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan