Digitalisasi Penyaluran APBN Percepat Pemulihan Ekonomi

Oleh: Dadan Koswaran, Kepala Seksi MSKI KPPN Bandung I

SELAMA pandemi, hampir semua sektor, terkena dampak sangat berat. Terutama sektor swasta mulai, dari retail sampai dengan industri pariwisata.

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pada krisis ekonomi di tahun 1998 dan 2008, menjadi salah satu pelaku ekonomi yang bisa bertahan. Bahkan dianggap menjadi penyangga pertahanan ekonomi nasional selama krisis.

Namun, ketika Covid 19 melanda keberadaan UMKM tidak tahan menghadapi gempuran dampak pandemi ini.

Berdasarkan data dari Bappenas, pada bulan Juni 2021 hampir semua indikator ekonomi domestik Indonesia mengalami penurunan, Jumlah penduduk miskin per Maret 2021 sebesar 27,5 juta orang.

Jumlah ini sama dengan 10,1 persen atau lebih tinggi 1,1 juta orang atau naik 0,36 persen poin dibandingkan Maret 2020.

Kondisi perekonomian yang sulit ini, tentunya perlu segera ditangani oleh pemerintah melalui berbagai kebijakannya.

Salah satu kebijakan yang langsung bersinggungan dengan ekonomi adalah pemanfaatan dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini merupakan salah satu instrumen penting dalam perekonomian nasional.

Selama masa pandemi ini, APBN bekerja keras untuk dapat mendukung berbagai program pemulihan ekonomi yang dicanangkan oleh pemerintah.

Berbagai program tersebut perlu segera dilaksanakan dan tentunya perlu dukungan kecepatan pencairan dananya.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) memiliki peran sangat strategis untuk penyediaan dan pendistribusian pencairan dana APBN.

BUN berkerja keras dan berupaya agar seluruh dana APBN dapat tersalurkan dengan cepat, akurat dan tepat sasaran.

Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri. Mengingat dalam masa pandemi saat ini banyak sekali kendala dan keterbatasannya.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan menerapkan berbagai kebijakan dalam mengatasi tantangan tersebut.

Menerapkan prinsip ‘Not Business as Usual’ dan percepatan program digitalisasi dalam pengelolaan APBN, yang sebenarnya telah dipersiapkan.

Akan tetapi dengan adanya pandemi ini, maka program digitalisasi pengelolaan APBN dipaksa untuk segera dipercepat implementasinya. Kondidi ini menjadi hal yang sangat menantang dengan berbagai keterbatasan.

Direktorat Jenderal Perbendaharaaan justru mendorong percepatan digitalisasi dalam pengelolaan APBN.

Perlu ‘extra effort’ tidak hanya dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan saja, tapi juga dari seluruh stakeholdersnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan