ICW Kritik Pidato Jokowi: Mengkhawatirkan!

JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo dalam rangka perayaan kemerdekaan Indonesia ke-76 di Gedung Parlemen, pada Senin (16/8) kemarin. ICW menyoroti hilangnya komitmen Jokowi dalam isu pemberantasan korupsi.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyampaikan, hilangnya pembahasan terkait pemberantasan korupsi, tentu mengindikasikan bahwa pemerintah kian mengesampingkan komitmennya untuk memerangi kejahatan korupsi.

“Melihat situasi terkini, sulit untuk tidak mengatakan bahwa masa depan pemberantasan korupsi semakin mengkhawatirkan,” kata Kurnia dalam keterangannya, Selasa (17/8).

Kurnia menjelaskan, merujuk pada Indeks Persepsi Korupsi Transparency International, peringkat dan IPK Indonesia justru semakin memburuk, dari angka 40 pada 2019, menjadi angka 37 pada 2020. Hal ini telah menggambarkan secara gamblang kekeliruan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemberantasan korupsi.

“Alih-alih memperkuat, yang terjadi justru sebaliknya, pemerintah menjadi salah satu dalang di balik melemahnya agenda pemberantasan korupsi,” papar Kurnia.

Selama kurun waktu satu tahun terakhir, lanjut Kurnia, masyarakat dengan mudah mengidentifikasi serangkaian kebijakan pemerintah yang bertolak belakang dengan agenda pemberantasan korupsi. Tak hanya itu, pemerintah juga bisa dipandang gagal dalam menangani pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama satu setengah tahun ke belakang.

“Untuk itu, Indonesia Corruption Watch menggarisbawahi empat hal pokok dari pidato kenegaraan Presiden Jokowi,” cetus Kurnia.

Pertama, pemerintah minim dalam menuntaskan tunggakan legislasi yang mendukung penguatan pemberantasan korupsi. Mulai dari Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal, hingga Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terbengkalai begitu saja.

“Tidak hanya itu, Revisi Undang-Undang KPK yang dianggap pemerintah akan memperkuat lembaga antirasuah juga terbukti semakin mendegradasi performa KPK,” sesal Kurnia.

Kedua, pemerintah abai dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum. Penting untuk diingat bahwa secara hirarki administrasi, Presiden menjadi atasan dari seluruh penegak hukum, baik Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK.

Namun, sayangnya Presiden seringkali absen dalam merespon sejumlah permasalahan yang terjadi. Misalnya, penanganan perkara yang penuh dengan konflik kepentingan di Kejaksaan Agung, menurunnya kinerja penindakan perkara korupsi di Kepolisian, dan serangkaian kontroversi kebijakan komisioner KPK.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan