Survei Lingkungan Belajar Dinilai SARA, Begini Klarifikasi Mendikbudristek

JAKARTA – Survei lingkungan belajar dalam Asesmen Nasional (AN) menjadi sorotan. Pasalnya, survei yang disusun tersebut memberikan pertanyaan yang tidak mencerminkan kebhinekaan serta mengandung isu suku, ras, agama dan antargolongan (SARA).

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Kabalitbangbuk) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo pun memberikan penjelasan mengenai isu tersebut.

Pertama ia menjelaskan tujuan AN, yakni untuk memotret kondisi sebuah sekolah di daerah. Nantinya, hasil AN tersebut akan dikembalikan ke satuan pendidikan dan sekolah perlu membenahi diri mereka.

“AN kan mendorong untuk melakukan perbaikan pembelajaran. Tindak lanjut hasil AN, guru melakukan refleksi dan kepala sekolah berorientasi pada perbaikan pembelajaran,” jelas dia dalam Persiapan Pelaksanaan AN 2021 secara daring, Selasa (27/7).

Terkait dengan survei lingkungan belajar, hal itu ditujukan untuk melihat situasi di dalam sekolah tersebut. Seperti apakah warga pendidikan merasa diterima oleh yang lainnya terlepas dari identitasnya atau malah ada diskriminasi karena perbedaan tersebut.

“Ini bagian dari iklim kebhinekaan dan hasilnya akan kami kembalikan kepada sekolah, apakah sekolah itu sudah cukup aman dan sudah cukup inklusif berkhebinekaan. Apakah merasa diterima atau ada diskriminasi, merasa semua orang menerima dia terlepas dari identitasnya, kaya miskin, suku, ras, itu kita ukur juga,” ungkap dia.

Dia melanjutkan, survei tersebut tidak ada maksud menyinggung pihak manapun atau mengkotak-kotakkan identitas tertentu. Hal ini murni untuk mendorong sekolah agar memperbaiki lingkungan sekolah yang sudah dievaluasi dari AN, khususnya apabila masih ada poin yang rendah.

“Kalau itu (poin survei lingkungan belajar) rendah, artinya sinyal bagi sekolah untuk meningkatkan iklim kebhinekaan di sekolahnya, sama sekali tidak ada maksud untuk melakukan profiling individu,” tegasnya. “Karena ini potret kolektif, yang ingin kita lakukan adalah memotret aman nggak lingkungannya, kalau rendah itu mereka nanti cari solusi. Memperbaiki hal itu,” sambungnya. (Jawapos)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan