Penjelasan Pakar Mengenai Covid-19 Varian Delta, Lebih Ganas dan Cepat Menular

JAKARTA – Guru Besar Paru dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan enam karakter terkait varian B1617.2 (Delta) di Indonesia yang saat ini diyakini lebih ganas dari virus pendahulunya.

“Data Kementerian Kesehatan sampai 13 Juni 2021 menunjukkan sudah ada 107 varian Delta di negara kita, sementara varian Alfa ada 36 dan varian Beta ada lima kasus. Jadi memang varian Delta mendominasi di negara kita,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, (17/6).

Berdasarkan data laporan dari “World Health Organization (WHO)”, kata Tjandra, terdapat enam aspek tentang karakteristik varian Delta.

Aspek pertama, kata Tjandra, varian Delta memang terbukti meningkatkan penularan. Di Inggris dilaporkan ada 42.323 kasus varian Delta, naik 70 persen atau setara 29.892 dari pekan sebelumnya. “Angka itu terjadi hanya dalam waktu satu pekan saja,” katanya.

Menurut Tjandra, Otoritas Kesehatan Masyarakat di Inggris (PHE) juga melaporkan bahwa varian Delta ternyata 60 persen lebih mudah menular daripada varian Alfa. “Juga waktu penggandaannya atau ‘doubling time’ berkisar antara 4,5 sampai 11,5 hari,” ujarnya.

Tjandra juga mengungkap risiko secondary attack rates atau serangan lanjutan dari varian Delta. Data terbaru dari Inggris menunjukkan bahwa secondary attack rates varian Delta lebih tinggi daripada Alfa sebesar 2,6 persen dan yang varian Alfa sebesar 1,6 persen pada mereka yang ada riwayat bepergian.

Risiko itu juga ‘mengintai’ masyarakat tanpa riwayat perjalanan sebesar 8,2 persen pada varian Delta dan 12,4 persen pada varian Alfa.

Aspek selanjutnya, kata Tjandra, adalah tentang dampaknya membuat penyakit menjadi lebih berat dan parah, dan atau menyebabkan kematian.

“Data yang dikumpulkan WHO sampai 8 Juni 2021 menunjukkan hal ini masih belum terkonfirmasi. Tapi memang ada laporan peningkatan harus masuk rawat inap di rumah sakit. Di sisi lain, memang ada beberapa laporan yang membahas tentang kemungkinan lebih beratnya penyakit yang ditimbulkan varian ini,” katanya.

Dampak varian Delta terhadap kemungkinan terinfeksi ulang sesudah sembuh, kata Tjandra, memang muncul laporan bahwa pada varian Delta terjadi penurunan aktivitas netralisasi.

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara itu juga mengungkap pengaruh Delta terhadap diagnosis. “Sejauh ini belum ada laporan ilmiah yang sahih tentang dampak varian Delta terhadap hasil pemeriksaan COVID-19 dengan PCR dan atau rapid antigen,” katanya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan