BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menegaskan Pemda Provinsi Jabar sudah melaksanakan tugasnya dalam pembangunan Tol Cisumdawu (Cileunyi – Sumedang – Dawuan).
Pemda Prov kini tinggal membebaskan lahan untuk akses tol dari Dawuan menuju Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Majalengka.
“Sesuai tupoksi kami sudah 100 persen. Tinggal kami mengoordinasikan yang sambungan dari Cisumdawu ke BIJB,” ujar Ridwan Kamil saat rakor percepatan pembangunan Tol Cisumdawu bersama Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan secara virtual dari Gedung Pakuan Bandung, Selasa (15/6).
Dalam pengerjaan Tol Cisumdawu sepanjang 60 kilometer, pemerintah daerah bertugas mengurusi pembebasan lahan. Sementara Kementerian PUPR mengerjakan konstruksinya.
Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil menuturkan, saat ini isu yang menjadi hambatan dalam pengerjaan Tol Cisumdawu yaitu pembebasan tanah kas desa.
Pihaknya pun intens berkoordinasi dengan Pemkab Sumedang untuk menyelesaikan persoalan lokal tersebut.
“Saya terus berkoordinasi dengan Pak Bupati (Sumedang) untuk menyelesaikan masalah lokal, itu tanggung jawab kami,” katanya.
Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir mengatakan persoalan tanah kas desa yang menghambat pembangunan Cisumdawu kini sudah tuntas.
“Minggu kemarin sudah mengundang seluruh Camat yang berkaitan dengan lahan, semua sudah clear. Besok kita rapat forkopimda untuk mengakselerasi,” ujar Dony.
Tol Cisumdawu ditargetkan rampung akhir 2021 atau awal 2022. Cisumdawu akan memangkas waktu perjalanan Bandung – BIJB dari tiga jam menjadi satu jam. Sehingga bandara kebanggan Jabar akan lebih optimal.
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, pihaknya sudah menerjunkan tim khusus untuk menyelesaikan hambatan pembangunan Tol Cisumdawu.
Kendala yang jadi sorotan sejumlah bidang tanah yang sudah bebas namun belum bisa dibangun karena ada penolakan warga.
“Ada beberapa bidang lahan yang sudah bebas namun belum dapat dikonstruksi karena ada penolakan dari warga. Tapi kami sudah terjunkan tim untuk diselesaikan,” tuturnya.
Persoalan lainnya adalah tumpang tindih kawasan hutan dengan tanah warga, tanah kas desa dan tanah adat.
“Ada juga tanah wakaf yang sampai saat ini belum bebas,” ujar Luhut.
Terkait hal tersebut pihaknya pun sudah meminta aparat penegak hukum mengawal penyelesaian masalah.”Diperlukan pendampingan dari aparat penegak hukum dalam melakukan pendekatan, pengamanan dan penertiban,” katanya. (red)