Tanggapan Pakar Psikologi Forensik Soal Anak Anggota DPRD Pemerkosa ABG Mau Nikahi Korban

JAKARTA – Niat AT (21), anak anggota DPRD Bekasi yang menjadi tersangka pemerkosa remaja putri berusia 15 tahun untuk menikahi korbannya itu menuai sorotan publik.

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan anak-anak berumur 15 tahun pada dasarnya sudah punya kematangan seksual. Organ reproduksinya telah matang. Hasrat seksualnya pun sudah muncul.

“Jika tidak terpandu, mereka juga bisa berperilaku seksual yang berisiko,” ucap Reza kepada JPNN.com, Kamis (27/5).

Dari situ, kata Reza, bisa dibayangkan bahwa anak-anak berusia 15 tahun sebetulnya bisa saja berkehendak melakukan hubungan seksual.

“Dengan kata lain, dari sisi psikologis, s*ks mau sama mau pada usia sebegitu memang mungkin saja terjadi,” kata pria yang menamatkan sarjana psikologi di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu.

Namun dari sisi hukum, dengan latar psikologis apa pun, tegas Reza, melakukan hubungan begituan dengan anak tetap tak bisa dibenarkan. Apalagi dari kacamata UU Perlindungan Anak, tindakan demikian tetap sebuah kejahatan.

“Secara positif, itu merupakan perlindungan ekstra bagi anak. Tetapi UU yang sama tutup mata terhadap kompleksitas perkembangan seksual anak-anak yang sesungguhnya berbeda antara usia satu dan usia lainnya,” tuturnya.

Lalu, patutkah pemerkosa anak itu dinikahkan dengan korban? Dari sisi hukum, karena dikunci sebagai pidana, kata Reza, maka tidak patut jika mereka dinikahkan.

“UU Perkawinan pun menetapkan 19 tahun sebagai batas usia minimal menikah,” ujar peraih gelar MCrim (Forpsych-master psikologi forensik) dari Universitas of Melbourne, Australia itu.

Walakin, dengan mencermati kondisi psikologis yang tadi dikemukakan, dia menyebut andai yang terjadi adalah s*ks mau sama mau alias perzinaan, maka menikahkan mereka patut dipertimbangkan sebagai solusi.

“Batas usia nikah berdasarkan UU Perkawinan bisa disiasati dengan izin pengadilan,” kata pria asal Rengat, Indragiri Hulu, Riau itu.

Andaipun kasusnya kadung diproses polisi, Reza menyebut hal itu bisa disiasati karena polisi punya diskresi.

Walaupun kejahatan seksual terhadap anak bukan merupakan tindak pidana yang boleh ditangani lewat diversi, kata dia, tetapi ketentuan UU itu bisa dikesampingkan oleh polisi dengan kewenangan diversinya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan