“Oleh karena itu, KBRI menyerukan kepada para WNI agar tidak menerima tawaran untuk menjadi pekerja sektor ART di Turki,” kata Iqbal dalam konferensi pers daring, Selasa (6/4).
“Tawaran untuk bekerja sebagai ART di Turki itu sudah dipastikan adalah ilegal dan itu sangat rentan menjadi korban perdagangan manusia. Sebab, Turki sendiri memang tak pernah terdaftar menjadi negara tujuan untuk para pekerja sektor ART secara resmi,” sambungnya
Iqbal menuturkan, sepanjang 2020, jumlah total kasus yang melibatkan WNI dan masuk ke dalam kategori tindak pidana perdagangan orang mencapai 20 kasus. Sementara dalam jangka waktu Januari hingga hari ini pada tahun 2021, sudah tercatat 19 kasus.
“Sudah hampir sama dengan jumlah kasus setahun pada tahun lalu,” ujarnya.
Iqbal menambahkan, bahwa semua kasus yang terdata tidak melibatkan warga Turki. Namun, majikan yang terlibat adalah para warga dari negara-negara konflik yang berada di sekitar Turki dan menetap di negara itu.
“Kenapa tidak ada orang Turki terlibat di situ? Karena memang di Turki, sektor ART itu tidak termasuk sektor yang boleh untuk orang asing dan karena orang Turki memang pada umumnya tidak menggunakan ART,” jelasnya.
Sementara itu, Koordinator bidang Protokol, Konsuler, dan Perlindungan WNI KBRI Ankara, Harlianto menjelaskan, bahwa pihak-pihak yang membawa masuk tenaga ART ke Turki kerap memanfaatkan visa elektronik atau e-Visa turis yang terbilang sangat mudah untuk didapatkan.
“Yang dimanfaatkan oleh agen-agen yang ada di Indonesia maupun di Turki,” ujar Harlianto.
“Di antara sejumlah korban kasus tersebut, ditemukan beberapa hendak dikirim ke Erbil Irak,” pungkasnya. (Fin.co.id)