Dewan Sebut Pemprov Jabar Mesti Data Kembali Aset-asetnya

BANDUNG – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat (Jabar), Rafael Situmorang menyebutkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar harus kembali mendata aset-asetnya.

Pun halnya aset yang menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), maupun tidak. Apalagi, kata dia, ada beberapa aset yang menjadi sengketa dengan pihak ketiga.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti tujuh aset bermasalah yang sedang dalam tahap penyelesaian di Provinsi Jawa Barat (Jabar). Aset-aset itu terletak di Jalan Braga, Komplek Banceui Permai, Jalan Aceh, Jalan Dago, Gunung Sari, Jalan Setiabudi dan Jalan Gunung Sembung.

“Harus ada upaya dari Pemprov untuk mengembalikan aset itu menjadi aset pemprov kembali. Walaupun itu nyatanya secara faktual dikuasai pihak lain,” ucap Rafael saat ditemui Jabar Ekspres di Bandung, Selasa (23/3).

Menurutnya, setiap aset pemprov harus mempunyai fungsi. Seperti pemerintahan dan non-pemerintahan. Namun, jika asetnya tidak pemerintahan diharapkan menjadi sumber pemasukan PAD bagi pemprov.

“Seharusnya ada upaya-upaya yang serius. Bukan hanya formalitas saja. Harus serius. Termasuk juga yang Dago, Dinas Peternakan. Nah itu harus ada upaya komperensi kesungguhan. Jangan sebatas menggurkan kewajiban,” tegasnya.

Dijelaskannya, ada aset yang sebenarnya sengketanya bukan dengan pihak lain. Tapi sesama pemerintah. Salah satunya Balai Wyata Guna.

“Jangankan yang pihak lain, dengan pemerintahan pun tidak beres. Salah satunya Wyata Guna, kan itu bukan dengan asing, bukan dengan swasta. Tapi dengan Kementerian Sosial itu sampai sekarang tidak jelas,” katanya

“Kalau menurut saya, cukup Gubernur ketemu Kemensos. Karena sertifikat atas nama kementrian sosial, tapi paska dibubarkannya dulu itu pernah diserahkan ke pemerintah Provinsi Jabar. Tapi tidak ditindaklanjuti dengan proses lebih lanjut, termasuk persertifikatan balik nama tidak dilakukan,” tambahnya.

Menurutnya, apapun itu mau Kemensos atau Pemprov tapi yang jelas pelayanan terhadap disabilitas harus tetap dilakukan.

“Yang jadi masalah, karena meraka statusnya didalam itu adalah ada UUD pemerintah daerah. Bahwa urusan panti itu diurus pemerintah provinsi. Nah urusan balai itu Kemensos,” katanya.

Nah karena, ungkap dia, itu status panti, maka harus keluar harus diurus Pemprov. Sementara Pemprov belum punya tempat.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan