Marak Bangun Perumahan di Perbukitan, Walhi Jabar Singgung Potensi Bencana

BANDUNG – Maraknya pembangunan perumahan yang merambah ke perbukitan di daerah Bandung Raya sudah sejak lama dikritisi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat. Sayangnya, kegiatan pembangunan sarana komersil tersebut masih berlangsung hingga saat ini.

Direktur Ekskutif Walhi Jabar Meiki W. Paendong menilai, secara teknis, pembangunan yang bahkan berdiri di atas tanah dengan kemiringan 40 derajat tidak mempertimbangkan aspek keamanan juga kebencanaan.

“Kaitannya dengan KBU itu ada di zona bencana gunung api dan gerakan patahan ini ya sesar tapi kan kebencanaan juga berkaitan dengan itu kontur, lereng-lereng itu dimanfaatkan, digunakan untuk pembangunan kegiatan komersil,” ungkapnya saat dihubungi Jabar Ekspres, Kamis (18/3).

Meiki melanjutkan, tidak adanya implementasi dari saran yang diberikan merupakan tanda dari abainya pemangku kebijakan. Sehingga tak heran, pembangunan di kawasan yang rawan bencana masih berlanjut.

“Kami melihat masih ada kelemahan (regulasi), masih ada semacam kemudahan pembangunan kawasan komersil, pembangunan perumahan, sarana wisata, hotel, dan vila itu juga masih mudah izinnya dikeluarkan, rekomendasi dari gubernurnya masih gampang, kan harus ada rekomendasi dulu dari gubernur sebelum adanya IMB,” ungkapnya.

“Jadi kami melihat ya tidak ada niat baik juga dari pemerintah untuk misalnya membatasi rekomendasi untuk pembangunan di kawasan-kawasan yang sebenernya itu rawan longsor di KBU. Kalo mau dibilang lalai mungkin mereka juga tidak seperti itu ya, jadi lebih ke abai,” tegasnya.

Menurut Meiki, pemerintah memiliki peran terhadap pemberian izin pembangunan. Sehingga penting untuk meninjau apsek kebencanaan sebelum melenggangkan izin tersebut.

“Kan sebelum membuat rekomendasi itu si perusahaan ini mengajukan rencana pembangunan, nah seharusnya kan begitu dipelajari oleh pemerintah provinsi mereka melihat, ‘oh ini ada di lereng’ misalnya, ‘oh ini membahayakan ke depannya walaupun misalnya bisa dibikin rekayasa teknis’,” bebernya.

“Memang ada syarat rekomendasi itu tapi kan akhirnya jadi melegalkan akhirnya seperti itu,” tegas Meiki.

Ia khawatir, tidak ada yang bisa memprediksi terjadinya bencana saat pembangunan tersebut terus berlanjut, kendati telah ada ilmu pengetahuan yang mampu membaca kondisi geologis suatu wilayah.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan