Pemkot Terus Pantau Protokol Kesehatan Tempat Keramaian Secara Ketat

BANDUNG – Relaksasi ekonomi di berbagai sektor telah diberikan Pemerintah Kota (Pemkot Bandung) kepada para pelaku usaha dalam beberapa bulan terakhir.

Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan, semua pelaku usaha dan orang-orang yang terlibat di dalamnya, termasuk konsumen harus benar-benar memperhatikan protokol kesehatan.

Menurutnya, tak ada satupan yang mampu memprediksi kehadiran pandemi covid-19. Sejak mulai memasuki tanah air pada awal Maret lalu, pemerintah pusat maupun daerah telah menerapkan berbagai kebijakan dengan keputusan cepat.

’’Pemerintah sudah menginformasikan wabah ini kepada masyarakat terhitung 12 hari sejak terjadinya kasus pertama di Jawa Barat,’’kata ema kepada wartawan di Balai Kota belum lama ini.

Pemerintah sudah langsung mengambil langkah antisipasi, bukan hanya dari unsur pemerintah, namun bersama-sama (stakeholder lain) memberikan informasi secara intens kepada masyarakat tentang wabah ini.

Tak hanya itu, Ema menuturkan, simulasi protokol kesehatan pun berulang kali dilakukan Pemkot Bandung dan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bandung sebelum memeberikan relaksasi ekonomi.

Tujuannya untuk memastikan protokol tersebut benar-benar diterapkan oleh pelaku usaha agar nantinya tak melahirkan klaster baru dari sektor-sektor yang direlaksasi.

Pada 27 Maret Kota Bandung mengumumkan keadaan luar biasa untuk mencegah penyebaran pandemi yang tak terkendali. Hingga kini, pertumbuhan warga yang terjangkit dan sembuh terus terjadi secara fluktuatif dan berada dalam pengawasan yang ketat dari pemerintah.

Ema menjelaskan, dalam dinamika perkembangannya, ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga adaptasi kebiasaan baru (AKB) diperketat seperti saat ini.

Sebagaimana diketahui, Kota Bandung sempat masuk zona merah dan kembali zona oranye. Perubahan warna ini akan berpengaruh kepada perubahan kebijakan yang akan diambil, termasuk relaksasi bidang ekonomi, diantaranya hiburan.

“Kami mencari titik keseimbang. Kota Bandung mengandalkan anggaran dari pajak daerah. Kami sangat tergantung dengan aktivitas warga, bagaimana kami mendapatkan pajak dari sektor hotel, dari restoran, dari hiburan, parkir, pajak penerangan jalan, PBB hingga reklame. Potensi pendapatan yang hilang mencapai 60 persen,” jelasnya.

Menurut Ema, keberadaan Peraturan Wali Kota nomor 43 dan 46 merupakan penerapan kebijakan relaksasi ekonomi dengan penuh pertimbangan. Seperti melakukan simulasi terlebih dahulu terhadap tempat yang akan direlaksasi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan