CIANJUR – Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Cianjur hingga saat ini belum bisa menertibkan agen e-Warong abal-abal sejak digulirkannya program Bantuan Pangan Non-tunai (BPNT) 2019 hingga September 2020 yang saat ini menjadi Program Sembako 2020. Kondisi ini menjadi pertanyaan dari beberapa pihak terutama para aktivis anti-korupsi, yang disinyalir e-Warong ‘bodong’ ini hanya untuk meraup keuntungan pribadi atau kelompok yang merugikan keluarga penerima manfaat (KPM).
Penelusuran sudah dilakukan Cianjur Ekspres sejak pertengahan 2019 hingga 2020 mengenai keberadaan e-Warong abal-abal ini. Seperti diketahui nilai bantuan di Kartu Kombo KPM pada program sembako ini sebesar Rp110 ribu, ditambah menjadi Rp150 ribu, dan saat ini menjadi Rp200 ribu per KPM.
Untuk menjadi e-Warong sepenuhnya merupakan wewenang bank penyalur dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria, seperti memiliki kemampuan, reputasi, kredibilitas, dan integritas di wilayah operasionalnya yang dibuktikan dengan lulus proses uji tuntas (due diligence) sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang dimiliki oleh bank penyalur.
Memiliki sumber penghasilan utama yang berasal dari kegiatan usaha yang sedang berjalan dengan lokasi usaha tetap dan/atau kegiatan tetap lainnya. Dan menjual harga bahan pangan sesuai harga pasar.
Lalu yang terpenting adalah agen e-Warong ini tentunya warung sembako yang bisa menyediakan bahan pangan sesuai kebutuhan KPM. Jika tidak bisa menyediakan seluruh kebutuhan, agen bisa bekerja sama dengan pihak ketiga.
Lantas, yang tidak boleh menjadi agen e-Warong adalah BUMN, BUMDes beserta unit usahanya, toko tani Indonesia, ASN, Pegawai HIMBARA, tenaga pelaksana bansos pangan, keluarga ASN, keluarga kepala desa, serta perangkat desa. Jika agen e-Warong yang tidak memenuhi kriteria dan melanggar maka harus segera dicabut izin usahanya.
Sedangkan fakta di lapangan dari hasil penelusuran bahwa dari 727 agen e-Warong di Kabupaten Cianjur masih banyak yang tidak sesuai kriteria. Seperti di Kecamatan Campaka disinyalir ada sekitar 11 agen e-Warong yang tidak memenuhi kriteria dan melanggar peraturan. Contohnya, bengkel kendaraan, konter handphone, pedagang seblak yang diduga anak kepala desa, dan lainnya bisa mendirikan agen e-Warong.