Kisah hidupnya itu dia tulis di buku pertamanya. Semua. Dalam sebuah buku tebal. Buku baru. Berjudul ‘Educated’. Yang baru selesai saya baca.
Tidak ada yang disembunyikan Tara. Sangat detil. Penuh warna. Termasuk warna kehidupan sehari-hari keluarga Westover. Sejak masa kecilnya. Dengan konflik-konfliknya. Dengan darahnya. Dengan airmatanya.
Sudah lebih tiga tahun Tara tidak bertemu ayahnya. Tidak mau pulang ke Idaho. Terakhir dia pulang untuk melepas rindu pada kampungnya. Pada pegunungan Buck Peak. Pada tempat-tempat kecilnya: gereja, latihan tari, kudanya dan tempat tampil di paduan suara. Dan musim saljunya. Dia tidak mampir ke rumahnya. Hanya lewat di depannya.
Dia sendiri mengaku mengalami gejala kejiwaan: jiwa terbelah. Jiwa yang ganda. Di dalamnya ada pribadi Tara dewasa. Tapi juga terus hidup Tara yang lain. Tara masa remaja. Masa pemberontakan. Sampai kepalanya dibenamkan ke air di dalam toilet.
Kejala kejiwaan itu pula yang dialami ayahnya. Dalam derajat yang sangat tinggi. Juga kakaknya.
Ini penting untuk kita. Bagaimana parenting. MBagaimana dewasa dalam keluarga. Dan bagaimana menangani kalangan ekstrim dengan ilmu pengetahuan. Bukan dengan kekerasan.
Saya tidak bisa membayangkan reaksi sang ayah. Kalau membaca buku ini. Di hari tuanya. Di pegunungan Idaho.
Yang aliran gereja Mormonnya sangat konservatif. Lebih konservatif dari pusat Mormon di Salt Lake City. Yang memiliki universitas terkemuka: Brigham Young University (BYU). Tempat Tara pertama merasakan sekolah dulu.
Sayang saya tidak ada jadwal lewat Idaho. Saya sudah menjelajah kawasan itu dua tahun lalu.
Tapi saya tetap ingin ke sana lagi. Sekali lagi. Siapa tahu bisa ketemu Pak Westover. Kapan-kapan. (dahlan iskan)