BANDUNG– Kota Bandung merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat yang penduduknya mayoritas bersuku Sunda. Namun penggunaan Bahasa Sunda di kalangan generasi muda Kota Bandung terbilang cukup memprihatinkan.
Kekhawatiran tersebut dirasakan oleh Pemerhati Bahasa Sunda, Faza Fauzan Azhima yang juga guru Bahasa Sunda di SMP PGII 1 Bandung. Menurutnya, tak banyak siswa yang secara utuh berkomunikasi dengan bahasa Sunda baik di sekolah maupun di rumah.
“Bisa dihitung jari, lah. Dari satu kelas yang jumlahnya 33-35 orang, siswa yang menggunakan bahasa Sunda di rumahnya kurang dari lima orang,” ungkapnya kepada Humas Kota Bandung, baru-baru ini.
Menurutnya, hal itu terjadi salah satunya karena penggunaan bahasa tutur di rumah. Ia menemukan sebagian orang tua bertutur dengan bahasa Indonesia kepada anak, meskipun baik ayah maupun ibu merupakan orang Sunda asli. Itu menjadi faktor yang mendasar.
“Lingkungan paling awal mengenalkan bahasa Sunda itu justru dari rumah seharusnya,” ujarnya.
Faktor kedua adalah akulturasi budaya.. Bandung merupakan kota heterogen yang menjadi “melting pot” atau keragaman berbagai budaya di Indonesia. Sejak awal berdirinya, Kota Bandung memang dirancang menjadi kota pelesir sehingga banyak wisatawan yang datang, tinggal, lalu menetap.
Hal tersebut mendorong orang Kota Bandung untuk bisa menyesuaikan diri agar bisa berkomunikasi dengan orang dari luar Sunda. Kemudian menjadi membudaya. Bahkan kini muncul dialek, dan bahasa baru yang ditimbulkan oleh akulturasi itu.
“Bahasa itu kan salah satu unsur budaya yang paling terlihat, dan produk budaya yang dinamikanya paling tinggi. Setiap saat terus bertambah, ya kosakatanya, ya dialek. Itu juga dipengaruhi oleh struktur sosial, misalnya usia, lingkungan, jadi muncul bahasa baru,” katanya.
Pengaruh media juga menjadi sangat signifikan. Beragam informasi yang bisa diakses dengan mudah melalui gawai juga secara langsung dapat mempengaruhi konstruksi sosial masyarakat.
“Di era disrupsi ini di mana ada revolusi industri 4.0, percepatan arus informasi semakin deras, tidak menutup kemungkinan bahasa akan mengalami perubahan yang lebih cepat, bahkan bisa menambah kosakata baru, itu jadi fenomena yang cukup unik,” imbuhnya.