Maksudnya: media online. Dia selalu memanggil saya ‘Pak Boss’. Kebiasaan lama. Ketika saya masih memimpin Jawa Pos. Dan anak Grobogan, Jateng, itu masih menjadi wartawan di sana.
Joko Intarto memang penuh ide. Penuh inisiatif. Dan tergolong ‘man of action’. Orang yang tidak hanya suka bicara. Atau hanya mimpi. Tapi langsung berbuat. Hampir saat itu juga. Tidak bisa diam. Atau mengambang.
Maka Joko Intarto langsung minta kepada saya: apa nama media itu. Setengah menodong. Saya sebenarnya tidak sampai hati membebani Joko Intarto. Alumni Undip Semarang itu. Dia lagi sibuk-sibuknya. Bisnisnya lagi memerlukan perhatian sepenuh jiwa raganya.
Sejak berhenti dari Jawa Pos sarjana hukum ini menekuni bisnis. Yang terkait dengan Internet. Yakni menyediakan jasa live streaming. Setahun yang lalu bisnisnya itu belum lancar benar. Masih harus berjuang keras untuk mendapatkan pasar.
Tapi saya yakin bisnisnya itu akan bagus. Pertama, itulah bisnis yang cocok dengan zaman ini. Kedua, di tangan orang seperti Joko Intarto, apa pun akan jalan. Ia tipe orang yang sungguh-sungguh. Yang tidak bisa diam. Yang mau tangannya kotor. Bukan tipe orang yang hanya bisa memerintah. Tapi mau turun tangan sendiri. Mengerjakan sampai yang sepele-sepele.
Dan yang terutama: bisa tidak tidur dua hari dua malam. Sejak muda dulu. Sampai umurnya sudah lebih 50 tahun sekarang ini. Mungkin karena badannya kecil. Begitu saya sering bercanda. Kebutuhan tidurnya tidak banyak. Kebutuhan makannya pun sedikit. Orang yang banyak makanlah yang suka tidur.
Soal nama itu saya sendiri tidak tahu: harus diberi nama apa. Bahkan saya sebenarnya belum sepenuhnya siap benar. Untuk memulai menulis lagi. ”Sudahlah. Mulai saja,” desak Joko Intarto. ”Seminggu sekali saja dulu,” desaknya.
Maka saya malu. Sayalah dulu yang seperti itu. Mendesak-desa orang lain. Termasuk mendesak Joko Intarto. Saat dia masih menjadi anak buah saya di Jawa Pos. Agar mau melalukan sesuatu. Kini kok saya yang dalam posisi didesak-desak.
Maka jadilah. Disusunlah daftar calon nama. Ada usulan biasa: Catatan Dahlan Iskan. Seperti nama rubrik saya di koran dulu. Tapi saya merasa tidak cocok. Itu sudah masa lalu.