Kemenpora Berikan Bantuan Rp 40 Juta

JAKARTA – Sekretaris Kemenpora, Gatot S Dewa Broto memastikan bantuan terhadap Achmad Fariz Taufik, anak mantan atlet angkat besi Winarni. Bantuan tersebut akan diberikan di luar dari uang legenda sebesar Rp 40 juta.

Untuk diketahui, Winarni merupakan mantan lifter Indonesia yang berhasil membawa juara dunia angkat besi pada 1997 dan peraih medali perunggu Olimpiade Sydney 2000. Saat ini dia sedang berjuang untuk sang buah hatinya yang saat ini mengalami kelainan pada sistem pencernaan untuk operasi ketiga kalinya dengan biaya Rp 500 juta.

Winarni telah datang ke Kemenpora untuk meminta bantuan pemerintah menanggung dana operasi Fariz. Kemenpora sendiri memberikan Winarni uang legenda atlet sebesar Rp 40 juta yang menjadi haknya. Namun, Kemenpora menyebut akan memberikan bantuan selanjutnya.

“Tentu kami akan bantu. Nanti akan ada bantuan dari Kemenpora,” ujar Gatot saat dihubungi JawaPos.com.

Menurutnya bantuan tersebut akan disalurkan di luar uang legenda atlet yang telah diberikan sebelumnya. Namun, saat ini untuk pemberian bantuan tersebut masih dilakukan pembahasan.

“Iya (di luar uang legenda atlet). Kami menunggu info internal,” sambung Gatot singkat.

Untuk biaya operasi anaknya ketiga kalinya, Winarni juga mendapatkan bantuan dari masyarakat. Kepedulian ditunjukan melalui penggalangan dana secara online yang saat ini masih berjalan.

Mantan lifter andalan Indonesia Winarni tak kuasa menahan air mata saat menceritakan penderitaan yang dialami anak ketiganya, Ahmad Paris.

Ahmad yang kini berusia dua tahun enam bulan hanya terbaring lemah karena menderita penyempitan saluran makan sejak lahir.

“Ahmad Paris tidak bisa mengonsumsi makanan karena leher depannya berlubang setelah dua kali menjalani dioperasi. Lehernya terpaksa dilubangi sebagai jalan keluar air liurnya sehingga tidak merendam paru-parunya,” kata Winarni.

Dia menambahkan, Ahmad hanya mengonsumsi susu melalui slang di perut.

Perjuangan Winarni merawat Ahmad sangat berat. Wanita kelahiran 19 Desember 1975 itu harus banting tulang.

“Waktu Ahmad Paris dirawat di Rumah Sakit Cipto Jakarta, saya terpaksa harus memompa jantungnya sendiri. Saat itu, perawat tidak ada yang mau mengambil risiko karena kalau memompanya terlalu kencang bisa mengakibatkan jantungnya pecah dan kalau terlalu lambat bisa paru-parunya pecah,” ujar Winarni. (isa/JPC)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan