Pada dasarnya, tujuan perencanaan karir untuk seorang guru adalah mengetahui sedini mungkin prospek karir guru tersebut di masa depan baik dalam jabatan fungsionalnya maupun peluang yang dimilikinya untuk menjadi kepala sekolah serta menentukan langkah-langkah yang perlu diambil agar tujuan karir tersebut dapat dicapai secara efektif-efisien dan tidak menimbulkan gejolak apalagi harus menjadi kado (tak indah) di akhir kepemimpinan seorang pejabat setingkat gubernur.
Terdapat lima syarat utama perencanaan karir pegawai yang dapat diadopsi dalam proses pengangkatan dan penempatan kepala sekolah agar tidak menimbulkan kegaduhan sebagaimana dikemukakan oleh Hasthjon (2012) sebagai berikut: Dialog, Bimbingan, Keterlibatan individual, Umpan balik dan Mekanisme perencanaan karir.
Dialog: Urusan karir adalah urusan pegawai. Karena itu perencanaan karir harus melibatkan pegawai. Pegawai harus diajak berbicara, berdialog, bertanya jawab mengenai prospek mereka sendiri.
Ini kelihatannya mudah. Tetapi di negara timur seperti Indonesia, karir jarang didialogkan dengan pegawai. Pegawai sering kali merasa malu dan risih jika diajak bicara tentang karir mereka sendiri. Mereka takut dianggap terlalu memikirkan karir dan ambisius. Karena itu, karir sering kali tabu dibicarakan. Walaupun demikian dialog perlu dilakukan untuk menghindari fenomena main “petakumpet” oleh oknum guru yang senang menggunakan sikap mental menerabas untuk menjadi kepala sekolah. Melalui dialog transparansi promosi seseorang diketahui bersama.
Bimbingan: Tidak semua pegawai memahami jalur karir dan prospek karirnya sendiri. Karena itu, organisasi harus membuka kesempatan untuk melakukan bimbingan karir terhadap pegawai. Melalui bimbingan inilah pegawai dituntun untuk memahami berbagai informasi tentang karir mereka. Misalnya, pegawai dibimbing untuk mengetahui tujuan karir yang dapat mereka raih (jangka pendek atau jangka panjang), persyaratan untuk mencapai tujuan karir tersebut, persaingan untuk memajukan karir itu bersifat terbuka dan objektif serta tidak mengenal praktik pemberian sejumlah uang atau gratifikasi.
Keterlibatan Individual: Dalam rangka hubungan kerja yang manusiawi (humanistic) pegawai tidak boleh dianggap sebagai sekrup dari sebuah mesin bisnis yang besar, yang boleh diperlakukan semena-mena termasuk dalam penentuan nasib karir mereka apalagi dengan modus ancaman baik oleh pimpinannya maupun ”tim senyap” yang mengatasnamakan pimpinan yang seringkali menjadi agen spekulan jasa promosi pegawai. Setiap individu pegawai seharusnya dilibatkan dalam proses perencanaan karir.