Pelajar Rentan Mabuk

BANDUNG – Keberadaan peredaraan minuman keras di kota-kota besar sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) terdapat ada 48 persen responden mahasiswa mengaku pernah mengkonsumsi alkohol sejak duduk di bangku SMA.

Peneliti CIPS, Sugianto Tandra mengatakan, setelah diteliti dengan penelusuran ternyata kenyataan yang mengejutkan ada sekitar 12 persen responden mengkonsumsi alkohol sejak di banku Sekolah Dasar (SD). Namun, bila dibandingkan orang Indonesia mengonsumsi alkohol jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan negara lain.

’’ Kalau dibandingkan dengan negara maju seperti amerika dan jepang jelas sangat jauh,”jelas Sugianto kepada wartawan dalam sebuah acara diskusi kemarin (8/5)

Kendati begitu berdasarkan informasi dari Euromonitor International menyatakan bahwa volume penjualan per kapita tahunan alkohol ilegal di Indonesia hanya mencapai 2,26 liter pada 2015. Angka ini menunjukan jauh lebih rendah daripada Thailand (47,63 liter) dan Turki (15,88 liter).

Selain itu, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), orang Indonesia hanya mengonsumsi 0,6 liter alkohol murni per kapita setiap tahun, yang juga lebih rendah dari beberapa negara di Asia Tenggara lainnya.

Dia menuturkan, berdasarkan data tersebut permasalahannya masyarakat indonesia banyak mengkonsumsi miras dengan produksi lokal dan oplosan.
’’Ancaman paling serius bagi pemuda Indonesia adalah oplosan, jenis alkohol ilegal yang mengandung bahan-bahan tak layak dikonsumsi,’’ kata Sugianto.

Bahkan, publik dikagetkan oleh kasus ‘miras maut oplosan’ di Cicalengka, Kabupaten Bandung, yang meregang puluhan nyawa. Diketahui, miras oplosan itu mengandung metanol yang merupakan bahan pembuatan spirtus.

Sugianto mengatakan, mengonsumsi miras oplosan yang mengandung metanol dapat mengakibatkan kejang-kejang, kerusakan organ tubuh, hingga kematian.

“ Bahkan dari hasil peneelitian 32 persen mahasiswa menyatakan sudah pernah mengonsumsi oplosan,” katanya.

Sementara itu, peneliti CIPS lainnya, Hizkia Respatiadi mengatakan, kasus kematian akibat miras oplosan sebetulnya sudah sering terjadi di wilayah Bandung Raya dan Jawa Barat.

Sebelumnya, dilaporkan sebanyak 40 korban tewas akibat miras oplosan selama Januari 2008 hingga Desember 2014. Lantas, sejak Januari 2014 hingga April 2018, angka kematian yang dilaporkan meningkat dua kali lipat hingga 90 kasus.

“Jadi kalau dirata-rata, ada satu kematian untuk setiap 615.000 orang setiap tahunnya di daerah ini. Ini hampir lima kali lebih tinggi daripada angka rata-rata nasional, yakni satu kematian untuk setiap tiga juta orang per tahun,” kata dia.

Tinggalkan Balasan