Di bagian lain, Ketua Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi (WAAT) Anton Ahmad Fauzi menyatakan, regulasi transportasi daring yang berlaku saat ini seharusnya diatur sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Menurutnya, kesenjangan yang terjadi antara angkutan konvensional dan transportasi online sangat jelas. Teknisnya, banyak prosedur yang diterima kendaraan konvensional. Sebaliknya, transportasi online lebih leluasa.
”Bisa dilihat online bisa masuk dengan plat hitam dan bergerak secara bebas. Berbeda dengan angkutan umum yang telah diatur mulai dari penggunaan plat kuning, pembayaran retribusi, asuransi Jasa Raharja,” kata Anton kepada Jabar Ekspres kemarin.
Anton mengungkapkan, satu tahun terakhir kurang lebih ada ada 7.500 angkutan umum yang dikandangkan pemerintah lantaran terganjal masalah badan hukum. Namun sebaliknya, kata dia, pemerintah saat ini justru lebih mementingkan regulasi transportasi online.
Dikatakan Anton, tarif yang murah serta tidak adanya batasan yang diterapkan transportasi online saat ini berdampak pada menurunnya pendapatan sopir angkutan konvensional.
”Memang murah, karena dia (angkutan online) tidak seperti angkutan umum yang harus melakukan uji KIR per-enam bulan, ini terjadi karena regulasi dan tarifnya juga belum jelas,” urainya.
Anton berharap, peraturan yang mengatur transportasi online ke depan bisa sesuai atau pun setara dengan angkutan konvensional. Sehingga, persaingan antara sopir transportasi online dan angkutan konvensional akan berjalan sehat. ”Semoga hasil regulasi tersebut pada akhirnya bisa dijalankan dan diterima dengan baik,” kata dia. (ziz/pan/mg1/rie)