Sumedang Darurat Parkir Liar

jabarekspres.com, KOTA – Masyarakat mulai resah dengan keberadaan parkir liar yang semakin menjamur di Kabupaten Sumedang. Apalagi menetapkan tarif seenaknya dan tidak sesuai ketentuan hingga layak disebut darurat parkir liar. Dari mulai tempat fotocopy, warung makan, toko kelontongan, toko besar, restoran hingga perbankan, tidak luput dari oknum petugas parkir liar yang meraup keuntungan pribadi.

Salah seorang warga Restu, mengungkapkan pengalaman dirinya sempat bersitegang dengan salah seorang petugas parkir yang seenaknya menetapkan tarif. Dia menceritakan, saat itu parkir di sebuah warung makan. Ketika hendak pergi, dirinya ditagih uang parki dan menyodorkan uang Rp 5.000 namun diberikan kembalian Rp 2.000. “Saya tanya tarifnya berapa, dia bilang Rp 2.000. Cuma karena tidak ada kembalian, jadi Rp 3.000. Saya bilang jangan seenaknya menaikan tariff, tapi dia malah marah,” kata Restu, kemarin (6/8).

Selain tarif yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak adanya keseimbangan antara hak pengendara dengan kewajiban tukang parkir. Sebab terkadang, hanya beberapa menit membeli sesuatu yang harganya tak sampai Rp 1000, tetap saja dipaksa untuk membayar parkir yang jumlanya lebih dari barang yang dibeli. Bahkan yang lebih parahnya lagi, banyak tukang parkir yang tidak melaksanakan tugasnya dan langsung pergi ketika sudah diberi uang. Hal seperti ini banyak diakui pengendara membuatnya sangat jengkel.

“Miris sekali. Di Sumedang ini sudah darurat parkir karena antara hak kita sebagai masyarakat dan kewajiban sebagai tukang parkir tak pernah imbang. Kadang kita hanya beberapa menit berhenti, membeli sesuatu tak sampai seribu rupiah, kami tetap dipaksa untuk membayar melebihi apa yang telah kami beli. Berkedok itu lahan mereka. Kita diwajibkan membayar Rp 2.000 sekali berhenti untuk sepeda motor. Sedang kewajiban sebagai tukang parkir setelah dikasih uang langsung pergi begitu saja,” terangnya.

Hal senda diungkapkan Adam, 24, warga Parigi. Menurutnya, mulai dari ATM, warung makan kecil bahkan tempat fotokopian dan setiap ada transaksi jual beli di pusat Kota Sumedang, semua tak luput dari orang yang berbaju orange dan peluit. “Setiap berhenti selalu saya dengar peluit parkir. Kadang sesekali kita coba tidak membayar dan akhirnya adu mulut pun tak terhindarkan. Inikan namanya ‘Preman Pungli Berkedok Parkir’,” tuturnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan