Kerjabilitas, Platform Pencari Kerja Khusus Para Difabel

Namun, menurut Rubby, tidak mudah meyakinkan perusahaan, baik milik negara maupun swasta. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan tidak paham akan apa yang disebut dengan penyandang disabilitas. Bahkan, setelah paham pun, tidak sedikit yang menolak dengan alasan tidak ada fasilitas yang memadai untuk pekerja dengan kekurangan fisik. ”Kendala utamanya biasanya aksesibilitas fasilitas kantor bagi penyandang disabilitas,” kata Rubby.

Alumnus Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya itu memberikan contoh, untuk tunadaksa, di kamar mandi harus ada handrail. ”Tapi, intinya, mereka sudah takut duluan kalau mau mempekerjakan penyandang disabilitas,” ungkapnya.

Padahal, berdasar penelitian dan sejumlah survei, pekerja dengan kekurangan fisik memiliki beberapa kelebihan. Di antaranya, memiliki etos kerja yang tinggi. Mereka juga sangat loyal terhadap perusahaan. Kalau mereka bekerja sama dalam tim, tim tersebut juga akan menjadi lebih kuat. Sebab, bakal tumbuh empathy collective.

Hasil-hasil penelitian itu pula yang menjadi andalan tim Kerjabilitas untuk ”merayu” pemberi kerja. Rubby juga menekankan, berdasar riset, profitabilitas perusahaan yang mempekerjakan kaum difabel pun akan meningkat. ”Berdasar sebuah riset di Australia, peningkatan profitnya bisa sampai 10 persen,” katanya.

Itu bisa terjadi karena ketika sebuah perusahaan inklusif dan membuka segmen lain yang belum diakses sebelumnya, misalnya supermarket yang menyediakan ramp atau restoran yang kamar mandinya memiliki handrail, segmen konsumennya pun akan bertambah.

Cara-cara yang digunakan tim Kerjabilitas tersebut sedikit demi sedikit mulai membuahkan hasil. Hingga kini, setidaknya terdapat sekitar 350 perusahaan yang menjadi mitra kerja Kerjabilitas. Perusahaan-perusahaan tersebut tersebar di kawasan Jabodetabek, Jogjakarta, Solo, Semarang, Surabaya, Malang, dan Bandung.

Beberapa di antaranya merupakan perusahaan besar. Antara lain, L’Oreal, Carrefour, Bank CIMB Niaga, BRI, Shangri-La Hotel, dan Wikimedia. Ada juga beberapa perusahaan kecil dan menengah serta sejumlah organisasi nonprofit. Sementara itu, jumlah pelamar mencapai 2.500 orang dengan rentang usia 18-40 tahun dan pendidikan minimal SMA/SMK.

Rubby menuturkan, perusahaan seperti Carrefour tergolong sudah merasakan manfaat lebih dengan mempekerjakan pegawai difabel. Perusahaan tersebut menggunakan pegawai tunarungu sebagai kasir. ”Dan mereka sudah membuktikan bahwa pekerja tunarungu ini etos kerjanya lebih tinggi dan lebih loyal. Mereka juga fokus pada pekerjaannya,” katanya. Begitu pula Wikimedia. ”Mereka mempekerjakan tunarungu untuk digitasi dokumen.”

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan