Kerjabilitas, Platform Pencari Kerja Khusus Para Difabel

Lembaga itu didirikan pada 2014. Kala itu Rubby segera membikin program mitra kerja penyandang disabilitas, termasuk di dalamnya platform Kerjabilitas. Pada saat yang bersamaan, terdapat program Cipta Media Seluler.

Proyek itu memberikan pendanaan bagi ide-ide kreatif yang berbasis telepon seluler. Rubby pun mendaftarkan ide program Kerjabilitas itu. ”Ternyata kami terpilih. Kami pun dapat pendanaan,” papar pria bernama lengkap Muhammad Rubby Emir Fahriza itu.

Rubby menguraikan, langkah pertama yang dilakukan adalah assessment dan sejumlah focus group discussion (FGD) di tiga kota, yakni Surabaya, Malang, dan Jogjakarta. Dalam FGD tersebut, dia mengundang para penyandang disabilitas untuk berdiskusi soal program itu. ”Responsnya lumayan. Dalam forum FGD, setidaknya bisa 20-30 orang. Penyandang disabilitas yang datang juga banyak. Ada tunadaksa, tunanetra, tunarungu, dan tunawicara,” paparnya.

Dari forum tersebut, Rubby menyadari bahwa animo para penyandang disabilitas yang ingin mencari kerja ternyata tinggi. Dari sana pula, dia sudah memiliki gambaran besar platform Kerjabilitas. Setelah sejumlah survei dan FGD, dia dan rekan-rekan selembaga mulai menggarap website platform penyedia kerja tersebut.

Website itu digarap sesuai dengan kebutuhan para penyandang disabilitas. Sebab, beberapa kalangan difabel tidak bisa mengakses lowongan pekerjaan yang ada di sejumlah platform pencari kerja lain.

Akhirnya, pada Maret 2015, website Kerjabilitas resmi dirilis. Awalnya, para pelamar difabel baru mencapai 50 orang. Namun, selang beberapa bulan, jumlah pelamar mencapai 300 orang.

Sementara itu, untuk penyedia kerja, tim Kerjabilitas rutin mencari informasi ke perusahaan-perusahaan yang bersedia mempekerjakan para difabel. Sebab, di lapangan, dengan berbagai alasan, masih banyak perusahaan yang enggan menggunakan jasa mereka.

”Biasanya, dalam sehari, misalnya kami hubungi sepuluh perusahaan, yang bersedia mungkin dua. Tiap hari kami terus tingkatkan targetnya. Sekarang kami coba push jadi lima per hari,” ungkapnya.

Pada 17 Maret lalu, Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sebenarnya sudah disahkan. UU tersebut mewajibkan perusahaan negara untuk mempekerjakan penyandang disabilitas sebanyak 2 persen dari total tenaga kerja dan 1 persen untuk perusahaan swasta. Bahkan, telah diatur pula pemberian insentif kepada perusahaan atau badan usaha yang mempekerjakan penyandang disabilitas.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan