Puluhan Ribu Masyarakat Tolak Reklamasi Teluk Benoa

Kapolrestabes Denpasar Kombes Pol AA Made Sudana mengatakan, sarana untuk melakukan aksi ini tidak perlu mematikan objek vital  masyarakat. ”Kami sarankan untuk tidak menggunakan sarana dan prasarana yang ada di objek vital,” ungkapnya.

Selain itu, pihaknya mewaspadai kelompok massa yang melakukan aksi ini dengan cara yang lebih baik. Yaitu dengan mencegah dan menunda aksi ini. ”Kami memiliki tanggung jawab untuk meminimalisir aksi ini agar jangan sampai menjadi permasalahan yang lebih besar lagi,” tegas Sudana.

Di lain pihak, Wayan Gendo Suardana mengatakan, ada beberapa pihak yang tidak bisa hadir karena pihak kepolisian melakukan tindakan untuk menunda gerakan ini. Menurutnya, ekspresi dari masyarakat ini adalah salah satu aspirasi yang seharusnya tidak bisa dilarang oleh pihak kepolisian atau pihak manapun. ”Kami sudah memberikan surat pemberitahuan, dan surat sudah turun tanggal 15 Maret kemarin. Artinya aksi kami kali ini legal,” tuturnya.

Lanjutnya, masyarakat sudah terlebih dahulu turun melakukan long march, sehingga dirinya dan beberapa pihak ikut turun untuk memimpin aksi tersebut. “Mobil komando aksi ini terpaksa berada di belakang massa. Daripada tidak ada yang memimpin, lebih baik kami juga turun memimpin pada saat mediasi dengan Polrestabes Denpasar,” jelasnya.

Sementara itu, Bendesa Adat Kelan Made Sugita saat ditemui mengatakan, dalam rapat bersama desa adat dengan pihak kepolisian, penundaan aksi ini tidak dapat dilakukan. “Kalau menurut saya, aksi hari ini adalah aksi yang paling sukses karena rakyat tidak bisa diintervensi. Bendesa adat tidak bisa melarang masyarakatnya untuk mengatakan tidak dalam aksi Tolak Reklamasi Teluk Benoa ini,” ungkapnya.

Lanjutnya, aksi ini adalah murni dari hati nurani rakyat, dan tidak ada intervensi dari pihak manapun. Sugita menambahkan, aparat kepolisian yang memimta penundaan aksi ini terlalu klasik. Dirinya mengatakan, aparat kepolisian beralasan bahwa aksi ini akan mengganggu ketertiban umum.

”Kami tidak ingin Bali dikoyak-koyak. Janganlah berprasangka buruk. Kita lahir di Bali, besar di Bali. Tolong pihak-pihak yang memiliki kebijakan mendengarkan aspirasi kami,” tegasnya. Jika Perpres 51 Tahun 2014 belum dicabut, aksi-aksi seperti ini akan terus berlanjut. (lit/rie)

Tinggalkan Balasan