Apa Kabar AMQS?

Selain karena lonjakan jumlah kendaraan di akhir pekan, polusi disebabkan lalu lintas yang semakin padat. Kemacetan semakin sering terjadi akibat jumlah kendaraan semakin banyak sementara lebar dan panjang jalan sangat terbatas. Melihat kondisi tersebut, kata dia, BPLHD Jabar akan memasang alat pantau polusi di kota-kota besar di Jabar. Di antaranya, Bandung, Bekasi, dan Bogor. Melalui pemasangan alat ini, Anang berharap tingkat polusi bisa terus dipantau dan dapat segera melakukan antisipasi jika kondisi udara semakin buruk. ’’Polusi tinggi sangat berbahaya, bisa menimbulkan hujan asap,’’ terang dia.

Di Jawa Barat, kata dia, ada tiga wilayah metropolitan dan satu wilayah kota besar yang udaranya semakin buruk. Yaitu, Kota Bandung, Kota Bekasi, dan Kota Depok. Sedangkan kategori wilayah kota besar yang diuji sampel udaranya adalah Kota Bogor.

Sementara menurut Petugas Pemantau Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan BPLHD Jabar, Agus Cahyadi, BPLHD Jawa Barat bersama Kementerian Lingkungan Hidup, pada 2014 lalu mencoba alat penguji kondisi udara di Kota Bandung.

Alat tersebut dipasang di 3 titik, yakni di Jalan BKR, Jalan Pajajaran, dan Jalan Soekarno-Hatta. Kriteria yang diuji meliputi ambien atau gabungan pencemaran udara dari semua kegiatan, uji emisi kendaraan bermotor, traffic counting, dan penggunaan bahan bakar minyak kendaraan.

BPLHD saat ini mencari solusi terbaik untuk mengurangi kandungan polutan. Salah satunya yakni gencar melakukan uji emisi kendaraan, baik kendaraan umum maupun pribadi. ’’Uji emisi itu salah satunya untuk mengurangi kadar gas buang emisi kendaraan yang dapat menimbulkan polusi udara,’’ terang dia.

Selain itu mengenai alat pantau kualitas udara di kawasan Alun-Alun Bandung, mati total tanpa diketahui penyebabnya. Empat alat lainnya, seperti di daerah Setiabudi dan Cibiru, mengalami kerusakan lampu sehingga hasil pengukuran polusi udara tak terlihat.

Saat ini, Pemerintah Kota Bandung masih bingung mengatasi kerusakan alat itu. Mengenai unit baru yang diperkirakan seharga Rp 500 juta masih belum juga dipenuhi. Selain itu, tanggung jawab pemeliharaan alat sejak diberikan Kementrian Lingkungan Hidup beberapa tahun lalu, sampai kini belum jelas. (fie/vil)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan