Menjadi Polisi yang Dinamis

Di negara negara yang demokratis sekarang ini lebih mengedepankan penerapan community policing (pemolisian komuniti) sebagai alternatif gaya pemolisian yang berorientasi pada masyarakat dalam menyelesaikan berbagai masalah di dalam masyarakat. Dalam hal tersebut polisi sebagai katalisator atau sebagai fasilitator yang besama-sama dengan masyarakat di lingkungannya berupaya untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban di lingkungannya.

Elemen kunci dalam menentukuan terwujudnya masyarakat demokratis yang efektif melalui pemberdayaan masyarakat sipil Masyarakat sipil mungkin ada tanpa demokrasi tetapi demokrasi tidak bisa ada tanpa masyarakat sipil yang kuat.

Masyarakat sipil merupakan salah satu istilah yang digunakan di Indonesia dalam padanan bahasa Indonesia dari kata Civil society . Padanan lainnya yang sering digunakan adalah masyarakat warga, masyarakat madani, masyarakat berbudaya atau masyarakat beradab. Konsep masyarakat sipil bisa dipandang dari dua aspek yang berbeda : sudut pandang negatif , gagasan bahwa jangkauan negara harus dibatasi , sehingga negara dicegah agar tidak mengendalikan semua kegiatan masyarakat , merasuki semua lingkup kehidupan , atau mernghisap habis semua inisiatif dan bakat masyarakat. Sudut pandang positif, gagasan yang memiliki banyak dukungan independen dari swaorganisasi dalam masyarakat, yang dengannya orang – orang bisa bekerja secara bersama – sama untuk memecahkan masalah – masalah mereka sendiri, yang bisa bertindak sarana perlindungan rakyat dari penguasaan pemerintah.

Masyarakat sipil diidentikan dengan masyarakat berbudaya (civilized society) dan lawannya adalah masyarakat liar (savage society). Pemahaman tersebut memberikan gambaran dalam membandingkan bahwa masyarakat sipil (civil society) menunjuk pada masyarakat yang saling menghargai nilai- nilai sosial dan kemanusiaan (termasuk dalam kehidupan berpolitik). Sedangkan kata masyarakat liar (savage society) dapat dijelaskan melalaui pemikiran Thomas Hobes identik dengan gambaran masyarakat keadaan alami (state of nature) yang tanpa hukum sebelum lahirnya negara dimana setiap manusia merupakan serigala bagi sesamanya (homo homini lupus). Eksistensi masyarakat sipil sebagai sebuah abstraksi sosial yang dihadapkan secara kontradiktif dengan masyarakat alami (natural society).

Di barat eksistensi masyarakat sipil biasanya dihadapkan dengan kelompok militer dan secara politik berlaku apa yang disebut supremasi masyarakat sipil atas militer (civilian supremacy over the military). Sedangkan di Indonesia, model dikotomik demikian dapat menimbulkan tudingan negatif dipertentangkan antara komunitas militer dan masayarakat sipil . Terlebih lagi ada konsep Dwi fungsi (dual function) dalam peran militer dan indonesia yang selama lebih tiga dasa warsa Orde baru sangat mempengaruhi diskursus politik kita, yang pada dasarnya mengabsahkan keterlibatan fungsional militer dalam politik di samping fungsinya sebagai alat pertahanan dan keamanan. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan