Penjualan Sarung Sepi Banyak Perajin Gulung Tikar

MAJALAYA – Meski Ramadan sudah memasuki pertengahan bulan, namun penjual sarung di wilayah Majalaya dan Ibun belum mengalami peningkata penjualan.

Pengrajin Sarung
ISTIMEWAHOME MADE: Minimnya pembelian sarung membuat para perajinnya banting setir hingga harus gulung tikar.

Padahal biasanya, dua minggu sebelum Lebaran sudah banyak yang membeli buat stok atau untuk dihadiahkan. Hal tersebut diakui para penjual sarung tidak biasanya. Dalam sehari, mereka hanya bisa menjual satu hingga dua buah sarung saja.

’’Heran, tahun ini serasa sepi soal sandang. Ini karena pemerintahan di atasnya yang nggak bener. Tidak sedikit para pengusaha yang collapse, tapi pemerintah pusat malah diam saja,’’ keluh C. Supriatna, seorang penjual sarung kepada Soreang Ekspres (Grup Bandung Ekspres) saat ditemui di kiosnya kemarin (3/7).

Dia mengatakan, keluhan tersebut bukan hanya datang dari dirinya. Mulai dari pengusaha, perajin hingga pedagang terkena imbas dar sepinya pembelian kain sarung. ’’Masih beruntung di Kabupaten Bandung pemerintah daerahnya suka turun, kalau tidak ya kami hanya bisa pasrah saja,’’ katanya.

Dia mengatakan, pabrik sarung milik saudaranya juga terpaksa harus gulung tikar karena harga rupiah melemah karena dolar tinggi, kemudian harga jual dan daya saing juga memberi pengaruh lain.

Oleh karena itu, dirinya berharap kepada pemerintah agar segera menstabilkan kembali perekonomian di Inonesia yang kini bisa di bilang krisis. Di tahun sebelumnya, kata Supriatna, tidak parah seperti ini, sampai karyawan saja kerjanya sekarang diatur. ’’Karena bukan tidak ada pekerjaan, melainkan takut tidak kebayar, yang akhirnya mereka berdemo,’’ jelasnya.

Karena penghasilan dari berjualan sarung tidak menentu, dirinya akhirnya memutuskan untuk memiliki sambilan. ’’Tadinya saya juga fokus jadi perajin sarung, cuman sekarang sambil jualan,’’ ujarnya.

Sementara itu, salah seorang warga Majalaya Agus Sadeli ,40, mengaku, dia bukan tidak ingin beli sarung atau pakaian. Dia mengaku saat ini kesulitan mengatur keuangan dan memprioritaskan kepada kebutuhan sehari-hari. ’’Bebelien sakitu marahal keur tuang ge, teu acan kaemutan meser angoan mah,’’ papar Agus. (aku/far)

Tinggalkan Balasan