Lebih lanjut, jelas Hindun, sudah empat tahun warga Batang telah melakukan berbagai cara untuk menolak rencana pembangunan proyek tersebut. Selain 25 aksi yang mereka lakukan, mereka juga tengah beraudiensi dengan kementerian kelautan dan Perikanan, Komas HAM, DPR, hingga ke jepang untuk bertemu investor.
Hingga saat ini, warga berhasil mempertahankan 25,4 hektare lahan dari 226 hektare lahan yang akan dipakai untuk membangun PLTU. Adapun sebagian besar, lahan tersebut meliputi persawahan subur dan wilayah perikanan tangkap yang produktif, hingga berpotensi membahayakan mata pencaharian lebih dari puluhan ribu nelayan dan petani setempat.
’’Pembangunan PLTU bertanaga batu bara ini bertentangan dengan salahsatu visi presiden, dalam Nawacita, yaitu kedaulatan pangan. Sudah saatnya, Presiden Jokowi memimpin revolusi energi dengan memilih sumber energi yang lebih aman dan lebih hijau berkelanjutan. Bukan memilih batu bara sebagai kontributor terbesar perubahan iklim,’’ ungkap dia. (fie/tam)